Hampir dipastikan, setiap orang tua menginginkan agar di masa depannya anak-anak mereka menjadi generasi pemberani, berprinsip dan tegas dalam bersikap. Sayangnya, sebagian besar orang tua salah memperlakukan anak-anak mereka pada masa kecilnya. Karenanya, dibutuhkan pengetahuan orang tua, mengenai apa saja yang harus dihindari dalam komunikasinya dengan anak, sehingga yang terjadi justru bukan sebaliknya.
Pertama, hindarilah menggunakan kata "jangan" ketika anak-anak melakukan tindakan yang tidak diinginkan orang tua atau diperkirakan akan membahayakan diri anak-anak itu sendiri. Jika orang tua mau berhitung, mungkin tidak akan kurang dari pukluhan kali, orang tua mengatakan kata "jangan", misalnya, saat anak-anak berlari, orang tua bilang "jangan", ketika anak akan naik meja, orang tua bilang "jangan", dan ketika anak menggigit jari, orang tua pun akan bilang "jangan". Celakanya, manakala mengatakan kata "jangan", orang tua atau orang dewasa yang lain, pasti akan diikuti dengan kata-kata negatif, misalnya, "nanti jatuh", dan "nanti perutnya cacingan".
Ada dua efek sekaligus akibat dari penggunaan kata "jangan", memposisikan anak-anak dalam situasi penuh larangan, menjauhkan dari proses dialog, dan tanpa sadar orang tua sedang memberikan peluang ke arah negatif, "jatuh" dan "cacingan", jika kita mengambil contoh statemen di atas. Anak-anak yang hidup dalam situasi penuh larangan, sesungguhnya sedang belajar mengenai antidialog dan kekerasan psikis.
Kedua, hindarikan anak-anak dari "menakut-takuti" sesuatu. Faktual, ketika anak-anak tidak langsung mengikuti kehendak orang tua atau orang dewasa lain, kerap ditemukan dengan menakuti anak-anak agar mau menurut. Misalnya, ketika anak-anak menangis minta sesuatu, bukan diajak dialog mengenai apa yang dimintanya, melainkan justru ditakuti dengan kata "ada tikus", atau ketika tidak hendak segera mandi, orang tua mengatakan "nanti tidur sama orang gila", ketika anak tidak mau segera masuk ke rumah, orang tua bilang, "nanti ada hantu", "digondol wewe" dan sebagainya.
Jika cara seperti ini terus menerus dilakukan, anak-anak benar-benar akan menjadi penakut di masa depannya. Sebagiannya sungguh-sungguh takut sampai dewasa, dengan hewan atau benda-benda lain yang sering dijadikan alat untuk menakut-takuti anak.
Lantas, bagaimana sikap yang seharusnya? Berdialoglah dengan menggunakan pespektif positif terhadap anak. Misalnya, ketika anak tidak hendak mandi di sore hari, tidak perlu dengan menakuti mereka untuk tidur bersama orang gila, tetapi ajaklah dialog: mandi merupakan kebiasaan yang baik dan sehat. Dengan mandi, kotoran-kotoran yang melekat di tubuh akan hilangan, dan akan terhindar dari berbagai penyakit yang diakibatkan karena kotoran ataupun bakteri.
Contoh yang lain, ketika anak bermain pisau, tidak perlu orang tua segera berteriak "awas keperang, awas terpotong, awas terluka", kata yang seringkali begitu mudah meluncur dari bibir orang tua. Caranya, ajaklah dialog tentang pisau, fungsinya dan ketajamannya, bukan dilarang menggunakan pisau, melainkan harus berhati-hati karena ketajamannya dan gunakanlah pisau sesuai dengan fungsinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H