Hampir seminggu ini saya mencoba mengamati tulisan para kompasianer yang masuk dalam kategori reportase. Tetapi bukan soal yang mudah, sebab kanal reportase ini tersebar-sebar dalam seluruh rubrik yang ada, dan terasa sangat sulit untuk menemukannya. Jalan keluarnya, saya mencoba menangkap saja, tulisan kompasianer yang masuk ke kota highlight, lumayan cukup membantu mendapatkannya.
Pengamatan yang saya lakukan semata-mata dari tekinis jurnalistik, belum memasuki analisis isinya. Semoga weaktu ke depan bisa saya lakukan untuk melakukannya. Setidaknya bisa membantu teman kompasianer dalam memberikan sandingan diskusi berkaitan dengan teknik jurnalistik, sehingga hasil reportase menjadi lebih ciamik.
Secara umum yang saya dapatkan dari pengamatan selintas [maksudnya, tidak menggunakan alat riset, apa pun, hanya berdasarkan pengalaman sendiri saja, karenanya ini bersifat berbagi pengalaman], apa yang dilakukan dalam laporan reportase para kompasianer bersifat catatan pandangan penulisnya terhadap fakta yang terjadi atau ditangkapnya di lapangan. Sebagiannya melakukan konfirmasi tetapi juga masih dalam aras dokumentasi, bisa berasal dari buku atau pun laporan yang ditulis orang lain, misalnya, media massa mainstream, official website, dan blog.
Dengan demikian, apa yang terjadi dalam tulisan-tulisan reportase ini masih berada dalam setengah bahan reportase yang sesungguhnya. Dalam laporan-laporan mendalam, jurnalis memang melakukan riset dokumen secara serius untuk melihat pandangan-pandangan yang sudah ada terhadap suatu fakta, melihat rentetan kejadian yang membangun fakta empiris, dan bagaimana kemudian menjadi fakta psikologis dan fakta media. Perubahan-perubahan ini menjadi penting, karena fakta psikis dan fakta media, sudah bisa memiliki jarak dengan fakta empirisnya, karena sudah mengalami proses framing, berdasarkan pandangan para penulisnya. Maka tidak perlu heran, setiap penerbit media massa, pasti membangun kuat-kuat basis datanya, perpustakaannya, bahakan melakukan riset-riset ilmiah untuk kepentingan mendukung fakta empiris.
Pada konteks ini, para kompasianer sudah mendapatkan kemenangan atau keunggulan, karena mereka sudah berada langsung dan mendapatkan fakta emprisinya, sebagaimana yang mereka laporkan dalam tulisannya di kompasiana.com. Mereka melihat sendiri, mereka merasakan sendiri, dan sebagiannya melakukan kajian serius [setidaknya mencari referensi pendukung yang sudah tersedia].
Keunggulan yang lain, laporan para kompasianer mengambil bentuk naratif-sastrawi. Karenanya dalam berbagai wacana diskusi jurnalisme, bentuk laporan kompasianer masuk dalam kategori jurnalisme sastrawi, dan dalam teknis jurnalisme lama, masuk dalam ketgori feature. Sebuah karya jurnalisme yang memiliki nilai tinggi, dan biasanya hanya bisa ditulis oleh jurnalis-jurnalis kawakan dan berpengalaman.
Pada titik tertentu, tulisan reportase kompasianer juga memasuki kategori laporan sketsa. Sebuah laporan yang menuliskan detail fakta empiris. Kalau menceritakan suatu tempat, kompasianer akan menceritakan jarak tempuh untuk menuju ke sana, berapa luasnya, dan sebagainya. Kalau melaporkan sebuah bidang, maka akan secara detail dilaporkan berapa lebarnya, berapa tingginya, berapa luasnya, bagaimana sisi kanan, dan bagaimana sisi kiri.
Kelemahannya, reportase yang dilaporkan, tidak dilakukan konfirmasi kepada orang-orang yang secara langsung berkaitan dengan fakta empiris yang ditemukannya. Tidak melakukan wawancara dengan orang-orang yang terlibat langsung dalam peristiwa. Bagaimana pandangan mereka, bagaimana sikap mereka, apa sebab terjadinya peristiwa dan apa akibatnya di masa depan, apa yang harus dilakukan oleh pengambil kebijakan dan seterusnya. Inilah kelak, yang disebut dengan kutipan langsung, dan mengangkat derajat tulisan kita pada batas yang maksimal dan berkualitas tinggi.
Akibatnya, karena tanpa konfirmasi, reportase yang dilaporkan kompasianer hanyalah jatuh pada level "opini" semata-mata, meskipun apa yang disampaikan sesungguhnya sebuah fakta empiris, bahkan sebagian besar yang dilaporkan kompasianer tidak terpikirkan atau setidak-tidaknya tidak tersentuh oleh jurnalis media mainstream. Terjebak dalam opini, karena apa yang dituliskan dalam reportase memang cara pandang kompasianer sendiri terhadap fakta empiris.
Catatan terakhir saya, reportase kompasianer yang ada selama ini merupakan sebuah embrio dari genre jurnalisme yang saat ini sedang banyak diramaikan orang, jurnalisme investigatif. Yang akan meningkatkan kinerja jurnalis pada ranah detektif tetapi bukan detektif, peneyelia kasus tetapi bukan peneliti akademis, fact finder tetapi bukan aktivis HAM, dan seterusnya.
Laporan dalam genre jurnalisme investigatif akan membawa reaksi berbeda. Sebab tidak saja akan menohok penguasa, tetapi lebih jauh akan berefek pada lahirnya gerakan rakyat untuk membela hak-hak yang diabaikan. Inilah yang saya sebut, dengan informasi tersampaikan tidak semata-mata menjadi pengetahuan, melainkan lahir menjadi gerakan.