Setelah cukup lama bersitegang cukup lama dengan Muhaimin Iskandar, akhirnya Yenny Wahid, putri Abdurrahman Wahid, mendirikan partai politi baru, Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia (PKBI). Dalam gaya politisi di Indonesia pada umumnya, pilihan yang dilakukan Yenny Wahid sebenarnya bukan barang baru, dan sekaligus tidak mengejutkan. Tetapi yang menarik diperbincangkan, kekuatan apa sebenarnya yang diyakini Yenny, sehingga merasa percaya diri untuk mendirikan partai?
Secara konvensional, kekuatan partai di Indonesia sesungguhnya belum beranjak lebih modern, ke arah pendidikan politik warga negara. Keakraban partai politik dengan rakyat terjalin dalam kerangka pelaksanaan demokrasi prosedural, pemilihan umum. Karenanya, kekuatannya masih semata-mata untuk menggalang suara sebanyak-banyaknya untuk kepentingan kekuasaan, dalam mekanisme pemilihan umum DPR, DPD, Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah. Masa depan PKBI, juga tampaknya tak akan bergeser jauh dari wajah politik seperti ini.
Pengaruh Keturunan
Persoalannya, benarkah Yenny masih memiliki peluang untuk merebut suara warga NU yang sudah terpecah-pecah dalam berbagai politik yang didirikan dengan membasiskan diri pada massa NU? Sebab manakala tak memiliki peluang ini, sudah bisa dipastikan gagal, dan partainya tidak akan memiliki kekuatan apa pun dalam pelaksanaan Pemilihan Umum 2014 mendatang.
Cara yang mungkin akan ditempuh Yenny, memanfaatkan tradisi kepatuhan dan penghormatan para nahdliyin dan nahdliyat terhadap kyai-kyai sepuh, kepada para guru dan ustadz-ustadz yang memiliki nilai lebih dalam framing "keturunan" atau silsilah personal. Abdurrahman Wahid, tentu saja merupakan simbol silsilah yang sangat tinggi di lingkungan NU, karena ia memiliki silsilah atau nasab langsung ke Nabi Muhammad SAW. Ini merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar, dalam patronase kepemimpinan kultural di kalangan NU--mungkin tidak di kalangan kaum mudanya.
Jika prediksi ini benar, maka ke depan kita akan saksikan, gambar-gambar partai Yenny bisa dipastikan akan selalu disertai dengan gambar-gambar mendiang Ayahandanya, Abdurrahman Wahid. Sebuah permainan politik, yang sesungguhnya tidak menccerdaskan, tetapi tetap sah dilakukan, apalagi dalam konteks partai politik di Indonesia yang sebagian besarnya, menggunakan pola patronase ketokohan ini.
Manakala Yenny berhasil memainkan politik keturunan ini, PKBI dimungkinkan akan mampu merebut suara kalangan NU. Melenggang kangkung meninggalkan para pesaing politiknya yang juga dimungkinkan masih akan mempertahankan gaya penggalangan suara dengan pengaruh keturunan ini.
Pada peluang yang lain, mungkin saja bisa dilakukan, misalnya, dengan mencitrakan PKBI sebagai partai terbuka dan intelektual, sehingga akan mampu menarik perhatian kalangan muda NU khususnya, dan kalangan intelektual di luar NU yang bersimpati kepadanya, karena dimungkinkan memiliki relasi positif dengan mendiang Ayahandanya.
Pada pemetaan sederhana seperti ini, masa depan PKBI sesungguhnya terletak dalam telikungan pengaruh Abdurrahman Wahid. Dan tentu saja satu sisi mungkin akan berdampak positif, tetapi pada sisi yang lain, menghadirkan citra negatif, karena secerdas apapun Yenny memimpin partai, dirinya tetap akan berada dalam bayang-bayang pengaruh nama besar Ayahandanya. Nasib yang sama, seperti yang dialami Megawati Soekarno Poetri dengan PDIP-nya***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H