Sikap para elit politik di negeri ini tampaknya mulai menggembirakan terkait dengan penanganan kekerasan berbasis agama yang terjadi selama ini. Setidak-tidaknya, dengan dilakukannya Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR RI dengan para tokoh Agama dan Tokoh Nasional, semalam. Pada tempat yang lain SBY juga melakukan pertemuan dengan para menteri untuk memastikan kementerian terkait melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam penanganan kasus kekerasan berbasis agama. Sebelumnya, SBY juga meminta Polri untuk menindak tegas para pelaku kekerasan berbasis agama, saat memberikan sambutan dalam Hari Pers Nasional di Makassar awal bulan ini.
Tentu saja, tindakan-tindakan elit politik di atas memberikan harapan baru bagi kehidupan yang damai dan nyaman. Kehidupan yang akan mengembalikan hak asasi warga negara untuk bebas dari rasa takut dalam menjalani kehidupannya. Setidaknya kita bisa menyaksikan para elit politik memiliki kepedulian terhadap tindak kekerasan berbasis agama yang mulai menguat sejak tahun 1998, awal bangkitnya semangat reformasi di negeri ini.
Persoalannya kemudian, sejauhmana pemerintah serius menangani kekerasan berbasis agama ini? Belum bisa dipastikan tanda-tanda ini sebagai keseriusan pemerintah dengan melihat serangkaian tindakan yang sudah dilakukan saat ini. Kita masih memiliki berbagai teka-teki yang jawabannya bisa jadi sangat kental dengan strategi politik. Misalnya, sebagian kelompok menengarai tindakan pemerintah dalam hal ini Polri dalam melakukan penangkapan terhadap pelaku kekerasan hanya sebagai tindakan untuk mengalihkan isu yang sempat menguat dan merugikan SBY, terkait dengan pernyataan para tokoh agama tentang pemerintah melakukan kebohongan.
Penanganan terhadap kekerasan ini, akan menjadi babak baru hubungan manis antara pemerintah dan para tokoh agama setelah terjadi kerenggangan beberapa bulan lau. SBY tampaknya akan mengambil kesempatan emas ini untuk terus menguat relasi harmonis dengan tokoh agama.
Dialog intensif dengan tokoh agama ini, dengan tema penanganan kekerasan berbasis agama, dengan demikian akan menjadikan para tokoh agama melupakan statemen mereka mengenai pemerintah bohong, karena mereka akan memiliki mainan baru yang disediakan pemerintah.
Ini bukan pesimisme, cara pandang negatif dan selalu menduga pemerintah secara negatif, melainkan memberikan pandangan kritis, yang terkadang tenggelam dalam eporia peristiwa terbaru. Bukankah bangsa terkenal selain sebagai 'bangsa pemaaf' juga dikenal sebagai 'bangsa paling pelupa?'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H