Mohon tunggu...
Mukhlis Syakir
Mukhlis Syakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nyeruput dan Muntahin pikiran

Mahasiswa Pengangguran yang Gak Nganggur-nganggur amat

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Kultur Kultum yang Bikin Malas Tarawih

20 Maret 2024   07:15 Diperbarui: 20 Maret 2024   07:22 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Gambar Pribadi

                Entah ini hanya sebuah alibi atau tidak. Tapi fenomena kultum sebelum tarawih di Jogja memang kenyataan. Berbeda dengan di tempat saya yang setelah Isya langsung Gaspol Tarawih. Entah belum menemukan masjid yang tidak kultum lama terlebih dahulu. Akan tetapi selama melakukan ekspedisi Tarling di Ramadhan tahun kemarin pengalaman seperti ini yang saya temukan di masjid-masjid Jogja selama Ramadhan.

                Bukan hanya kultumnya sih yang menurut saya kebangetan. Tapi lebih ke mengkhianati istilah kultumnya itu sendiri. Kuliah tujuh menit malah jadi tujuh kali sekian menit. Terkhusus di masjid-masjid kampus yang mengundang tokoh-tokoh nasional seringkali waktunya melorot sampai sejaman lebih. Meskipun itu kembali lagi ke preferensi masing-masing orang dalam beribadah. Tapi setidaknya menurut opini saya agaknya ini perlu sedikit dibenahi.

                Kenapa perlu dibenahi? Karena menurut hemat saya orang mau datang ke masjid untuk tarawih saja sudah merupakan prestasi tersendiri. Dengan adanya kultum yang apalagi mengkhianati istilah kultum tentu sedikit lebihnya menyumbang keengganan seseorang untuk tarawih berjamaah. Belum lagi banyak hajat makmum yang hendak mereka lakukan setelah lelah siang penuh berpuasa. Husnudzan saja misalnya ada makmum yang hendak melanjutkan hanca bacaan Qurannya.

Baca juga: Syi

                Apalagi untuk konteks daerah Jogja mungkin ada anak-anak mahasiswa yang hendak kumpul organisasi, diskusi tugas, ataupun sekedar curhat yang sulit dilakukan di siang hari karena lapar dan situasi yang kurang enjoy. Keluarga yang baru berkumpul mungkin ingin family time di ruang tengah sambil menonton tayangan kesukaan mereka di depan TV. Pasangan muda yang hendak menyalurkan hasratnya juga mungkin perlu waktu setelah siang lelah dengan pekerjaan dan kejar-kejaran dengan persiapan sahur.

                Kalau tak salah, saya sendiri pernah mendengar kalau Gus Baha tidak melakukan tarawih berjamaah secara full. Meskipun beliau sudah menggaris bawahi bukan untuk ditiru. Alasan yang ia utarakan diantaranya agar umat Islam yang menjadikannya sebagai panutan tidak merasa bersalah jika tertinggal tarawih. Mau tidak mau, di jam-jam tarawih tentu banyak profesi-profesi yang tidak bisa ditinggalkan. Sebut saja driver ojol, misalnya, polisi, satpam, dan lain-lain.

                Pun jika Kita ambil sudut pandang dari pengelola ataupun imam-imam masjid mungkin memang baik. Kapan lagi bisa memberikan pendidikan kepada masyarakat secara menyeluruh dimana sulit sekali mengumpulkan seluruh masyarakat di satu waktu bersamaan. Kalaupun ada Jum'atan, yang menerima hanya jemaat laki-laki saja itu pun yang tidak tidur. Pengajian ibu-ibu terbatas ibu-ibu saja. Pengajian pemuda juga tidak semua pemuda hadir.

                Oleh karena itu, solusi yang bisa dilakukan mungkin dengan meregulasi kultum agar tidak melebihi waktu yang disepakati. Kalau mau kultum ya tujuh menit, kalau lebih jangan dikasih nama kultum. Sehingga jemaat bisa memilih sendiri masjid yang cocok bagi mereka.

                Untuk masyarakat yang hendak berjamaah tarawih juga bisa dengan mengakali salat isya di rumah, atau di masjid lalu pulang lagi untuk memenuhi kebutuhan lain. Pilih masjid yang cocok dengan kebutuhan Kita. Seandainya tidak ada sama sekali, lakukan saja tarawih sekemampuannya.

                Salah satu kaidah fiqh mengatakan:

"Kalau tak bisa dilaksanakan semua, jangan ditinggalkan semuanya juga"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun