Mohon tunggu...
Mukhlis Syakir
Mukhlis Syakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nyeruput dan Muntahin pikiran

Mahasiswa Pengangguran yang Gak Nganggur-nganggur amat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warna-warni Ekspresi Kemerdekaan

17 Agustus 2023   20:55 Diperbarui: 17 Agustus 2023   21:06 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Bendera merah putih tentunya ya merah putih. Tidak warna-warni seperti pelangi yang sekarang berubah makna dari indah menjadi LGBTQ pake +. Tapi dalam merayakan kibaran merah putih secara leluasa khusyuk di tanggal 17 Agustus setiap tahunnya. Setiap orang memiliki tarekat ekspresinya masing-masing.

            Tulisan "Warna-warni Ekspresi Kemerdekaan" ini terinspirasi dari sebuah dosa yang tengah saya lakukan saat menulis refleksi alias ngahuleng untuk memproduksi tulisan ini. Dosa tersebut ialah dosa tidak ikut upacara tujuh belasan. Bagaimaana tidak? Bayangkan saja, tepat di jam setengah sembilan lebih sedikit. Dimana orang lain 17 Agustus-an itu upacara bendera, panas-panasan, harus berjajar dengan rapih dan tegap demi mengenang jasa para pahlawan. Ini malah duduk-duduk di depan komputer, tidak kepanasan, dan selonjoran menulis tentang tujuh belasan juga sih.

            Beberapa tahun lalu setelah kewajiban ikut upacara sudah terlewat alias lagi sudah lulus sekolah. Dengan iseng dan canda saya bertanya pada senior perkopian Saya saat di Tasikmalaya. Saya biasa memanggilnya A Dian, seorang senior juga dari KAHMI. "A, gak upacara? Wah gak nasinonalis nih, hehe". Beliau menjawab, "nasionalisme seseorang tidak dengan mudah begitu saja dinilai dari ikut atau tidak ikut upacara. Sibuk mencari nafkah juga merupakan bentuk dari nasionalisme. Bentuk dari mengisi kemerdekaan".

            Jawaban beliau sungguh menjadi momen eureka dalam membangkitkan kembali tumor-tumor rasa penasaran yang tertahan sejak lama. Saat masih kecil, Saya selalu penasaran dengan para pembawa berita yang gak pulang-pulang saat mudik. Dalam hati Saya bergumam, "kapan liburnya ya?". Setiap ada pelaksanaan salat 'id, Saya selalu bertanya-tanya, "Apakah para pekerja PLN juga salat 'id yah? Tapi kan harus ada yang menjaga lancarnya arus listrik supaya pengeras suara tetap berjalan". Pun demikian dalam tujuh belasan. Apakah semuanya harus upacara juga?

            Dari semua ini, saya jadi teringat pada ceramah Kyai Saya saat di pondok. Beliau saat itu sedang membicarakan tentang bagaimana sebenarnya bersyukur atas kemerdekaan itu semestinya dilakukan. Terlebih dahulu ia menjelaskan bagaimana sebenarnya syukur itu bekerja.

            Syukur atau rasa berterima kasih itu sendiri jika melihat pada dualitas baik dan buruk yang menimpa Kita. Maka arti syukur ialah rasa terima kasih atas kenikmatan yang dapat diterima, juga terima kasih atas musibah yang dapat terhindar. Demikian simplifikasi dasar dari definisi syukur dapat saya simpulkan.

            Lebih lanjut, kyai saya kurang lebih menjelaskan dalam momen tersebut bahwa bentuk syukur itu setidaknya ada tiga. Ada bersyukur dengan hati, bersyukur dengan lisan, dan bersyukur dengan anggota tubuh. Jadi selain rasa sadar atas nikmat yang diberikan Tuhan. Ada dua implementasi syukur berupa lisan dan perbuatan.

            Kalau tidak salah, dalam Kitab risalah mu'awwanah lebih rinci menjelaskan bahwa bentuk syukur ialah sebagai berikut:

            1. Menyadari dan mengingat dengan hati bahwa segala kenikmatan itu berasal dari Allah. Tanpa melupakan perantara datangnya nikmat tersebut. Sebagai mana sabda Nabi yang masyhur:


"Tidaklah berterima kasih pada Allah, seseorang yang tidak berterima kasih pada manusia."

            2. Ta'at pada pemberi nikmat. Dalam hal ini kepada Tuhan sebagai pemberi nikmat yang sejati. Tentu saja semaksimal dan sekemampuan mungkin, meskipun nikmat Tuhan tak terhingga. Menaatinya ialah kewajiban. Bahkan kemampuan untuk menaati-Nya merupakan kenikmatan tertinggi. Apalagi jika dalam ketaatan tersebut tidak ada unsur keterpaksaan, tapi panggilan rasa kangen pada Tuhan.

Baca juga: Munajat Move On

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun