Ketiga, rasa pede yang terlalu tinggi bahwa Tuhan begitu dekat dengan dirinya (superiority in faith). Tanpa mengingkari bahwa "dekatnya" Tuhan dengan makhluknya ibarat sedekat dengan urat nadi. Ketaatan orang beragama yang terlalu Op (Overpower) kalau kata anak gamer sehingga lebih kuat daripada manusia pada umumnya menjadi ketimpangan. Perbedaan frekuensi yang signifkan dan tanpa disadari serta terkendali oleh penderita cukup mengganggu hubungan sosial.
Contoh sederhananya ketika ada kegiatan kerja bakti jumsih di masyarakat. Tiba-tiba hujan turun, orang lain berteduh, sang salik tetap semangat bekerja sambil hujan-hujanan. Meskipun ya, sang salik tak salah juga dengan perbuatannya itu. Toh yang menerima kedinginan oleh hujannya pun diri sendiri.
Akan tetapi hal ini menimbulkan masalah lain. Seperti, tidak menghormati orang yang lemah dan yang beristirahat secara tidak langsung. Bahkan bisa muncul pertengkaran karena merasa bahwa ia lebih maksimal dalam bekerja.
Demikianlah beberapa celotehan yang mungkin relate dengan kawan pembaca sekalian. Karena fenomena-fenomena ini satu duanya terjadi pada diri saya sendiri, orang-orang terdekat, dan banyak lagi yang mungkin kawan baca sekalian lebih mengalaminya. Setidaknya dengan beberapa tulisan ini menjadi muhasabah bagi diri saya. Pengingat bahwa ada masa, jenis, dan karakteristik orang yang diciptakan demikian. Pun mungkin teman-teman saya bisa memaklumi saya saja dahulu bila melakukan hal-hal aneh dalam menempuh jalan Tuhan. Lalu mengingatkan kekeliruan saya. Akhir kata, terima kasih telah bersedia membaca, bye.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H