Kata-kata nasihat ini pernah saya dengar dalam suatu kesempatan. Entah itu diobrolan warung kopi, entah itu dalam suatu pengajian, atau dalam momen perisahan pesantren. Yang jelas, mungkin dengan goresan tinta ini bisa menjadi bahan berpikir bersama. Setidaknya untuk menyimpan memori dalam diri saya.
Sekilas, apa kira-kira yang ada dalam benak teman sekalian ketika mendengar kata pesantren? Mungkin yang bisa saya tebak diantaranya ada masjid, kobong (kamar bagi santri dalam bahasa Sunda), asrama, kyai, santri, dan masih banyak lagi. Yang jelas, pesantren adalah suatu tempat dimana para santri atau pelajar disana diatur dan fokus mempelajari ilmu keagamaan. Â
Pesantren adalah suatu tempat. Lalu bagaimana dengan menambahkan imbuhan me- sehingga menjadi memesantrenkan diri, atau dalam bahasa Sundanya masantrenkeun? Tentu saja akan ada perubahan makna.
Agar lebih penasaran, ingin Saya sampaikan dahulu bagaimana ungkapan yang mirip dengan ini dalam salah satu Syair dari pujangga India, Hazrat Inayat Khan:
Jadikan Tuhan Suatu Realitas
Kita membangun istana bagi raja, dimana raja harus tinggal
Ini bukan tubuhku, ini adalah kuil Tuhan, Ini bukan hatiku, ini adalah altar Tuhan
Memasukkan spiritualitas ke dalam kehidupan sehari-hari
Jadikan Tuhan suatu realitas
Maksud dari Sya'ir Inayat Khan tadi kurang lebih sebagai berikut:
Bait Pertama, Raja yang terhormat tentu membutuhkan tempat tinggal. Maka, agar Raja itu pantas dan mau untuk tinggal. Kita tentu akan membuat istana bagi raja sebagai tempat tinggal dan tempat ia akan memerintah rakyatnya dengan baik.