Ketika seseorang menikmati cerpen, Ia akan bertanya, Mengapa tokoh yang digambarkan dalam cerita ini mirip sekali dengan si anu ya? Dari segi cara bicara dan gaya jalannya mengapa mirip sekali dengan teman Saya ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut ternyata dalam ilmu sastra dijelaskan bahwa tokoh atau pelaku cerita mempunyai sifat tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut adalah dimensi psikologis, psiologis dan sosiologis.
Dimensi psikologis adalah sebuah dimensi yang menggambarkan bahwa tokoh tersebut seolah olah benar ada salam kehidupan nyata. Dimensi ini berhubungan dengan jiwa-jiwa yang dimiliki oleh tokoh. Psikologis yang dimaksud di sini adalah temparamem dan emosional yang dimiliki tokoh mirip dengan kehidupan nyata.
Dimensi kedua adalah psiologis, dimensi ini berkaitan dengan bentuk fisik tokoh. Artinya, bentuk fisik yang digambarkan dalam cerpen betul- betul alami seperti yang ada dalam kehidupan nyata. Misalnya, tokoh punya mata hidup dan telinga ,bahkan gaya jalan pun mirip seperti tokoh dalam kehidupan nyata.
Dimensi ketiga adalah dimensi sosiologis. Dimensi ini merupakan dimensi yang paling menentukan dalam cerpen..status sosial yang dimiliki oleh tokoh sama dengan kehidupan nyata. Misalnya seorang tokoh bertidak sebagai guru, dosen, pengemis .Apabila pengarang mampu mengaplikasikan dimensi ini dengan tepat, maka cerita yang dibawakan akan tampak lebih sempurna
Sebenarnya, ketiga dimensi yang sudah disebutkan di atas berkait dengan tokoh dalam sebuah cerpen merupakan sebuah naturalisasi antara sebuah peritiwa hayalan dan kenyataan. Penggunaan dimensi tersebut untuk membuka bahwa seolah-olah olah cerita yang disampaikan bias dari hayalan dan nyata
Sebagaimana berkaitan dengan watak tokoh, setiap pengarang mempunyai cara tersendiri untuk menggambarkan dalam cerita. Penggambaran tersebut melalui dua cara yaitu 1) secara langsung (analitik) dan 2) secara (dialog) dramatik. Berikut ini akan diuraikan kedua cara penggambaran watak dari tokoh tersebut
1. Secara Langsung (Analitik)
Penggambaran watak tokoh secara langsung dalam cerita adalah pengarang langsung menyebutkan secara implisit. Penyebutan seperti ini memudahkan pembaca untuk memahami bagaimana watak dari tokoh sebenarnya.
Watak yang disebutkan langsung diwakilkan pada sebuah kata atau kelompok kata dalam cerita. Kalaupun tidak diwakilkan pada kata atau kelompok kata, pengarang menguraikan tentang watak yang dimilki tokoh. Seperti yang tergambar pada penggalan kutipan berikut.
Memesan tulisan di papan itu mahal! akhirnya Salijan teringat akan kepraktisan dalam keuangan, harga papan ongkos pengecatan, tulisan – ah, sepuluh ribu pasti habis ke situ.! Tentulah suaminya tidak akan setuju. Jumlah itu besar lebih baik ditambahkan ke tabungan guna mengurus sertifikat baru tanah yang masih mereka miliki.
Demikian sukar, berbelit dan mahal untuk mendapatkan surat-surat-aurat tersebut, kata Samijo. Dan katanya lagi semakin lama akan semakin mahal, pegawai di kantor-kantor pemerintah akan minta jasa lebih besar lagi. Jadi pengeluaran yang bukan untuk makan, pakaian lebaran, dan kesehatan harus dihindari (Tim Metrik :Media Literata, 2023: 80)