Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melihat Ulang Penyebab Rendahnya Lulusan S2 dan S3

18 Januari 2024   21:12 Diperbarui: 21 Januari 2024   17:34 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi beasiswa S1-S3 ke luar negeri.(PEXELS/STANLEY MORALES)

Oleh Mukhlis, S.Pd., M.Pd.

Salah satu ciri negara maju di dunia ini dilihat pada sumber daya manusia yang yang dimiliki. Berbicara sumberdaya manusia (SDM) berarti mengupas tuntas tentang pendidikan serta tingkat pendidikan yang dimiliki oleh setiap warga negara. 

Di Indonesia, terdapat kelompok masyarakat yang wajib belajar untuk mendapatkan pendidikan yang layak  sebagai warga negara. Pendidikan ini diwajibkan untuk dipelajari selama 12 tahun pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Kewajiban ini merupakan amanat Undang -undang dalam Sistem Pendidikan Nasional.

Sementara tingkat pendidikan  pada tahap selanjutnya adalah sebuah kebutuhan warga negara  dalam memenuhi hajat hidup. Paradigma yang berkembang adalah semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin bagus  jaminan kesejahteraan hidup. 

Mengapa hal tersebut berlaku demikian? Dalam kehidupan normal pendidikan adalah rahim kemajuan suatu bamgsa. Mengulik kemajuan suatu bangsa, berarti membahas tentang tatanan pendidikan yang berlangsung di negeri tersebut.

Antara ekonomi dan pendidikan berjalan seirama dan selaras. Jika kedua hal tersebut dipisahkan,  maka akan pincang terhadap kemajuan suatu bangsa. Selanjutnya agar kedua hal tersebut bisa kokoh dan kuat menopang kondisi bangsa perlu didukung oleh faktor kesehatan. 

Setiap orang yang lama tidak bertemu dengan teman lamanya pasti ada  tiga hal yang menjadi doa  penyemangat hidup. Doa tersebut adalah, "Mudah Rezeki,  Sehat Badan dan Waras  Pikiran" 

Bagi orang- orang yang tidak jalan alur pikirnya mereka akan menganggap bahwa doa tersebut adalah "Pepesan Kosong'". Namun setelah dianalisis pada setiap konstruksi dari doa yang disampaikan di atas, ternyata  mempunyai  makna  yang  luar  biasa.

Mudah rezeki  dalam konteks kehidupan berati memiliki ekonomi yang cukup. Ekonomi yang cukup berkaitan dengan memenuhi segala kebutuhan  akan sandang dan pangan.  Kedua kebutuhan tersebut merupakan faktor utama dalam menopang keberhasilan hidup, terutama ekonomi keluarga. 

Sehat badan berafiliasi dengan suatu kondisi kesehatan yang sempurna bagi setiap warga negara. Oleh karena itu, negara selalu memberikan jaminan kesehatan kepada setiap warga negaranya melalui berbagai program.

Jaminan kesehatan dan kecukupan ekonomi merupakan faktor penunjang dalam melakukan aktivitas sehat pikir. Sehat pikiran berarti sehat jiwa. 

Untuk merealisasikan sehat pikiran bagi setiap warga , maka  negara sebagai penanggung jawab utama  melalui tujuan pendidikan nasional yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa".  Dalam hal ini negara menyediakan dana  yang cukup untuk mewujudkan cita- cita tersebut. 

Sumber Gambar: Pixabay 
Sumber Gambar: Pixabay 

Walaupun pemerintah sudah melakukan gebrakan melalui berbagai program dalam bidang pendidikan, namun hal ini belum menampakkan hasil yang memuaskan.  

Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa terkejut, ketika melihat jumlah warga negara Indonesia yang mempunyai kualifikasi pendidikan S2 dan S3 rendah.

Merujuk pada data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk dengan latar belakang pendidikan S2 di Indonesia sebanyak 882.113 orang pada 2022. Jika dirasiokan dengan jumlah penduduk usia produktif yang sebanyak 194,48 juta, maka penduduk di tanah air yang lulus S2 sebesar 0,45% (https://dataindonesia.id/pendidikan/detail/diakses 18 Januari 2024).

Kutipan di atas, jika dianalisis lebih mendalam, maka  hal ini akan mengiris dan menyayat hati. Bagaimana tidak dengan kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang digelontorkan secara jorjoran terutama dalam pembiayaan beasiswa melalui lembaga yang ditunjuk  ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapakan. 

Dana-dana yang disediakan ternyata tidak mampu meningkatkan taraf atau kualifikasi pendidikan masyarakat Indonesia hari ini. Dari 194.48 juta usia produktif hanya 0,045% yang bergelar S2. Ini belum dibahas kaitannya dengan  tamatan S3,  untuk tingkat ini saja sudah menguatirrkan seluruh pihak.  

Penulis beranggapan,  seharusnya pemerintah dan instansi terkait harus mencari tahu  mengapa hal itu baru terbongkar sekarang dan bagaimana solusi serta apa yang melatarbelakangi hal tersebut? 

Sebenarnya untuk dapat mendongkrak hal tersebut terselesaikan dengan cepat. Pemerintah harus gesit memanfaatkan lembaga yang ditunjuk agar mencari penyebab dan solusi terhadap masalah tersebut.

Menurut penulis yang pernah merasakan bagaimana pahitnya meneruskan pendidikan pada strata 2 tersebut. Apalagi belajar pada strata dua dengan biaya sendiri.  

Seandaianya pemerintah   mau memberikan ruang terhadap warga negara yang mau melanjutkan studinya pada strata 2 terutama yang sudah bekerja sebagai abdi negara. Hal ini mungkin akan mengurangi jumlah angka yang ada pada kutipan di atas.  

Bayangkan saja,  berapa banyak abdi negara dari  berbagai instansi dengan tingkat pendidikan paling tinggi  SMA atau sederajat. Selanjutnya, mereka  bekerja sebagai tenaga administrasi. 

Konon kabarnya  mereka tidak mau mengupgrade dirinya,  jika mereka bertahan dalam kondisi demikian, maka  mereka akan digantikan oleh Kecerdasan Artificial Intelegensi (AI). 

Apabila dikaitkan dengan permasalahan tersebut khususnya   dengan orang -orang yang sudah punya penghasilan sendiri atau berkerja bisa melakukan kuliah lanjutan dengan biaya mandiri. 

Akan tetapi,  walaupun demikian biaya mandiri juga membutuhkan pengakuan dari berbagai pihak. Hal tersebut berupa  mendapatkan Izin Belajar, Apresiasi Atasan, dan linearitas dengan jurusan sebelumnya dan beasiswa belajar. 

Sulit Mendapatkan Izin Belajar

Setiap warga negara yang sudah menjadi pegawai pemerintah atau abadi negara,  ketika mempunyai keinginan untuk melanjutkan studi tentunya membutuhkan izin dari pemerintah. Tujuan utama dari studi lanjut untuk meningkatkan kompetensi sebagai pegawai  pemerintahan dalam membina karir ketika masih bekerja. Pemberian Surat Izin Belajar bagi pegawai yang menggunakan dana pribadi sebenarnya   menguntungkan pemerintah.

Agar lebih mudah memahami arah perjalanan tulisan ini ke depan penulis memberikan batasan terlebih dahulu antara Tugas Belajar dan Izin Belajar. Hal ini perlu ditegaskan agar tidak berbeda pemahaman  dalam memaknai tulisan ini secara holistik dan komprehensif. 

Izin Belajar yang dimaksud bagi pegawai pemerintah melanjutkan studinya dengan biaya mandiri. Izin belajar yang didapat adalah pemerintah memberikan izin kepada yang bersangkutan untuk melanjutkan studi S- 2 pada universitas yang sudah ditunjuk. Setelah izin diberikan, maka yang bersangkutan diperkenankan untuk melanjutkan studi dengan biaya mandiri. Selama yang bersangkutan  memperoleh Izin Belajar boleh meninggalkan   tugas. 

Akan tetapi segala sesuatu yang menjadi beban, karena melakukan studi tidak ditanggung pemerintah. Pada prinsipnya, pemerintah memberikan dukungan dan apresiasi kepada yang bersangkutan untuk melanjutkan studi. Dukungan dan apresiasi yang diberikan tidak berkaitan dengan biaya. 

Selanjutnya, ada  namanya Tugas Belajar. Ini merupakan suatu kewajiban yang dilakukan pemerintah memberikan izin dan dana dalam bentuk beasiswa ketika seseorang atau pengawai   melanjutkan studi S2.

Untuk mendapatkan Tugas Belajar serta beasiswa dari pemerintah,  seorang abdi negara harus melawati sejumlah aturan, mulai dari ikut tes, promotor, beasiswa sampai  pada universitas yang sesuai dengan jurusan yang bersangkutan..

Biasanya program ini dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan  (LPDP) maupun lembaga lain yang sudah ditunjuk pemerintah. 

Ketika pengawai atau PNS sudah dinyatakan lulus, maka yang bersangkutan dibebastugaskan selama masa kuliah. Hal itu  mengikuti prosedur yang  sudah ditetapkan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN)

Setelan memahami kedua konsep yaitu Izin Belajar dan Tugas Belajar   yang sudah diuraikan di atas, permasalahan lain yang muncul adalah jika melihat pada panjangnya birokrasi yang harus dikuti kadang membuat semangat berkarir jadi lesu. 

Untuk Tugas Belajar seperti uraian di atas, mungkin sudah difasilitasi, ketika seseorang dinyatakan lulus berkas dan lolos perguruan tinggi yang dituju. Sementara bagi yang Izin Belajar,  hal ini agak sulit untuk didapatkan.  

Lalu apakah bisa jika Izin Belajar ini tidak diurus?  Kemudian kan tidak mengapa, karena menggunakan biaya mandiri? Banyak teman penulis karena ambisi ingin menuntut ilmu , mereka mengabaikan hal tersebut. Akan tetapi, ketika sertifikat studi S2 sudah didapat dan diajukan ke BKN untuk pencatatan dan pencantuman gelar di kepegawaian hal ini akan ditolak. 

Alasan penolakan bukan pada sertifikat ijazah yang dimiliki, akan tetapi lebih kepada izin belajar yang tidak diurus pada saat melanjutkan studi. 

Kasus -kasus seperti itu banyak dan berkembang dalam dunia kerja, terutama dunia pendidikan.  Semakin hari ada saja kasus yang bertambah dan berdampak pada motivasi teman -teman guru dan pegawai lain untuk melanjutkan studi. Dampak akhir yang muncul adalah rendahnya tingkat pendidikan warga negara Indonesia khususnya S2 dan S3 .

Linearitas dengan Jurusan Sebelumnya

Linearitas adalah kesesuaian antara satu bidang ilmu yang  sudah dimiliki dengan ilmu yang akan dipelajari selanjutnya. Dalam dunia ilmu  pengetahuan hal ini sangat penting untuk diketahui. Setiap rumpun ilmu harus dipelajari dalam kelompok yang sesuai. 

Apabila linearitas ini diabaikan oleh orang yang ingin melanjutkan studi atau mengambil jurusan apa saja yang penting punya gelar magister, ini akan berbahaya.  Jika ini jadi landasan berpikir, berkaitan dengan pengembangan karier pasti akan bermasalah.

Saat cukup banyak gelar -gelar yang dipakai di depan dan belakang nama seseorang tidak sesuai antara bidang ilmu pada strata 1 , strata 2 dan strata 3. Hal ini tergantung pada tujuan akhir orang  yang melanjutkan studi. 

Ada yang beranggapan bahwa gelar akademik yang melekat di  depan dan belakang nama adalah sebuah kehormatan. Linearitas dan tidaknya bukan sebuah penghalang. Apalagi pada tahun-tahun politik sekarang ini.

 Baliho-baliho bernyanyi tentang berbagai janji. Gelar-gelar menempel dengan berbagai disiplin ilmu yang dipadukan jauh dari linearitas.

Kadang-kadang pemilu tahun lalu masih bergelar strata 1,   tahun ini  sudah bergelar doktor  dan profesor.Tentunya ini bukan masalah sarjana dan doktoral yang tidak sehat tapi proses meraihnya mungkin tidak sehat.

Linearitas ini sangat berpengaruh pada orang-orang yang ingin melanjutkan studi lanjutan.  Kadang diakibatkan oleh pihak lembaga tinggi atau universitas tidak membuka jurusan yang dibutuhkan..

Tentunya ini bukan sebuah kesengajaan, akan tetapi untuk membuka sebuah jurusan baru banyak hal yang jadi prioritas. Misalnya kurikulum, tenaga pengajar dan administrasi penunjang lainnya yang dibutuhkan. Selanjutnya, ada universitas atau kampus yang membuka jurusan tertentu. Setelah dipelajari ternyata di luar daerah dan tidak bisa dijangkau. Jika menggunakan biaya mandiri banyak yang mundur, namun jika mengurus beasiswa banyak hal yang jadi pertimbangan seperti  yang sudah disebutkan pada subtopik sebelumnya..

Simpulan:

TIngkat pendidikan masyarakat suatu negara akan dijadikan sebagai indikator kemajuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh suatu bangsa, maka semakin maju bangsa tersebut. Bagi pegawai pemerintah atau abdi negara  sebaiknya harus jeli dalam memilih jurusan ketika melanjutkan studi lanjutan.  Kepada pemerintah  sebaiknya memperhatikan dan mengkaji ulang tentang Izin  Belajar dan Tugas Belajar. 

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun