Jaminan kesehatan dan kecukupan ekonomi merupakan faktor penunjang dalam melakukan aktivitas sehat pikir. Sehat pikiran berarti sehat jiwa.Â
Untuk merealisasikan sehat pikiran bagi setiap warga , maka  negara sebagai penanggung jawab utama  melalui tujuan pendidikan nasional yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa".  Dalam hal ini negara menyediakan dana  yang cukup untuk mewujudkan cita- cita tersebut.Â
Walaupun pemerintah sudah melakukan gebrakan melalui berbagai program dalam bidang pendidikan, namun hal ini belum menampakkan hasil yang memuaskan. Â
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa terkejut, ketika melihat jumlah warga negara Indonesia yang mempunyai kualifikasi pendidikan S2 dan S3 rendah.
Merujuk pada data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk dengan latar belakang pendidikan S2 di Indonesia sebanyak 882.113 orang pada 2022. Jika dirasiokan dengan jumlah penduduk usia produktif yang sebanyak 194,48 juta, maka penduduk di tanah air yang lulus S2 sebesar 0,45% (https://dataindonesia.id/pendidikan/detail/diakses 18 Januari 2024).
Kutipan di atas, jika dianalisis lebih mendalam, maka  hal ini akan mengiris dan menyayat hati. Bagaimana tidak dengan kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang digelontorkan secara jorjoran terutama dalam pembiayaan beasiswa melalui lembaga yang ditunjuk  ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapakan.Â
Dana-dana yang disediakan ternyata tidak mampu meningkatkan taraf atau kualifikasi pendidikan masyarakat Indonesia hari ini. Dari 194.48 juta usia produktif hanya 0,045% yang bergelar S2. Ini belum dibahas kaitannya dengan  tamatan S3,  untuk tingkat ini saja sudah menguatirrkan seluruh pihak. Â
Penulis beranggapan,  seharusnya pemerintah dan instansi terkait harus mencari tahu  mengapa hal itu baru terbongkar sekarang dan bagaimana solusi serta apa yang melatarbelakangi hal tersebut?Â
Sebenarnya untuk dapat mendongkrak hal tersebut terselesaikan dengan cepat. Pemerintah harus gesit memanfaatkan lembaga yang ditunjuk agar mencari penyebab dan solusi terhadap masalah tersebut.
Menurut penulis yang pernah merasakan bagaimana pahitnya meneruskan pendidikan pada strata 2 tersebut. Apalagi belajar pada strata dua dengan biaya sendiri. Â