Mohon tunggu...
Mukhlis
Mukhlis Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengajar Sastra pada Generasi Z adalah Sebuah Tantangan dan Harapan

3 Januari 2024   20:47 Diperbarui: 5 Januari 2024   01:03 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber gambar: Pixabay 

Oleh: Mukhlis,S.Pd.,M.Pd.

"Jika Ingin Anakmu Cerdas, Ajari Mereka Sastra, Saidina Ali "

Kutipan di atas sekilas tidak mengandung makna apa- apa. Hanya sebagai perintah atau arahan agar mengajarkan anak tentang sastra, itupun kalau ingin cerdas. Sederhana sekali dan bersahaja serta memunculkan sebuah kajian yang mendalam. Ada satu kata kunci dalam kutipan tersebut adalah " Sastra" 

Kata tersebut ,jika dilihat secara etimologi hanya bermakna sebuah keindahan. Misalnya, kata  Susastra, Su+ Sastra. Dalam bahasa Sansekerta Su berarti karangan, sedangkan Sastra bermakna keindahan. Jika digabungkan kedua bentuk kata tersebut, "Susastra" maka bermakna "karangan yang indah"

Lantas, bagaimana jika imbuhan Ke -an ditambah secara bersamaan pada kata tersebut menjadi " Kesusastraan"  Ini harus dipahami secara gramatikal, bahwa setiap imbuhan (afiks) yang melekat pada bentuk dasar, baik secara bersamaan ataupun bertahap, maka terdapat fungsi dan makna yang dihadirkan sesuai dengan konteks gramatikal. Imbuhan Ke- an yang diikatkan pada kata Susastra bermakna menyatakan ' Kumpulan " Jadi Kesusastraan bermakna kumpulan karangan yang indah. 

Selanjutnya, kenapa karya sastra disebut sebagai karya yang mengandung keindahan. Jawabannya karena karya sastra merupakan sebuah produk kreativitas penulis dalam menyampaikan peristiwa batiniah kepada pembaca. Setiap karya sastra selalu menjadikan batin sebagai tempat bersandar dan  berfungsi sebagai sumber imajinasi.

Jika merujuk pada proses kelahirannya, sastra merupakan ilmu tertua setelah ilmu filsafat. Maksudnya, sebelum manusia mengenal bahasa sebagai media komunikasi, mereka sudah menggunakan tulang- belulang yang dipukul- pukul  menghasilkan bunyi -bunyian yang indah. 

Kembali pada kutipan awal artikel ini tentang  perintah mengajarkan sastra kepada anak.  Muncul pertanyaan yang kritis, apa sih hebatnya karya sastra  terhadap perkembangan pola pikir anak, sehingga seperti ada kewajiban untuk diajarkan? 

Selanjutnya bagaimana dampak yang dimunculkan dari pembelajaran sastra kepada anak atau peserta didik di sekolah? Ada satu lagi pertanyaan yang mengganjal dalam pikiran penulis, mengapa begitu banyak tantangan untuk mewujudkan pesan tersebut kepada peserta didik?

Namun sebelum pembahasan melaju lebih jauh tentang pokok jadul yang sudah ditetapkan. Penulis ingin  memberikan sedikit pencerahan tentang manfaat mempelajari karya sastra terutama bagi peserta didik yang menjadi subjek pembelajaran.Pada artikel sebelumnya yang diposting di Kompasiana, penulis juga sudah pernah menyinggung bahwa mengkaji karya sastra, berarti berusaha membongkar segala tanda yang ada dalam budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun