Oleh: Mukhlis, S.Pd., M..Pd.
Pagi tadi selepas subuh menggenggam malam
Dengan koko warna gelap Â
Kulayat tetesan kusam  pada teratak kamar
Kain  putih membungkus  ikatan rima dan nada
Harumnya petuahmu ,
Merembes  lewat celah pengantar kesah
Mayat -mayat puisiku  membujur kaku dalam keranda pagi itu
Aku telah mati dalam dengusan napas Â
Cairan pena membeku  dalam genggaman
Tenda pesakitan tumbuh di beranda karya
Wahai kawan...
Puisiku telah mati bersama luka dalam jiwa
Pisau bermata dua,
telah mengguliti setiap inci dari tanda bersemayam
Jalan tertatih,
Darah berceceran membasuh luka
Kawan...
Aku sedang berduka
Aku sedang menangis darah
Aku  hilang bentuk
Pisau-pisau itu kawan!
Memenggal diksi dan tipografi
Menyeret makna ke hulu  tak bertepi
Kanvasku terbelah dua hadapan
Ke timur aku tersesat
Ke barat aku melayat
Pecundang  pingsan
Karena rertawa menunda napas
Aksaraku diaduk dalam badai
Lhokseumawe, November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H