Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd
Salah satu bentuk dari karya sastra yang digemari oleh pembaca saat ini adalah cerpen. Bentuk ini tidak saja digemari oleh pembaca, akan tetapi pengarang pun sangat menyukai hal ini.
 Dengan bentuk yang sangat pendek,  pengarang  dapat mengutarakan  kandungan pikiran.  Dalam cerpen hal semacam ini hanya mampu ditulis dan dibaca dalam beberapa jam saja, baik sebagai pengarang maupun sebagai pembaca.
 Dalam pembelajaran bahasa Indonesia cerpen mempunyai pengertian yang berbeda. Perbedaan ini sangat bergantung pada pemahaman dan sudut pandang seseorang setelah membaca cerpen. Selain pembaca, para ahli juga memilki pendapat yang berbeda tentang  pengertian cerpen.
 Hal ini seperti dikemukakan oleh  Jassin (Kusumah,dkk. 2007:94) bahwa cerpen adalah "Cerita yang pendek atau singkat sehingga pengarang hanya mengambil sarinya saja. Pengarang tidak dapat disuruh dengan sesuka hatinya. Oleh karena itu, kejadian-kejadian perlu diberi perhatian secara khusus atau perlu dibatasi supaya cerita tidak terlalu panjang. Cerita pendek harus lebih padu dari roman atau novel."     Â
        Â
Pengertian di atas, menyatakan bahwa dalam menulis sebuah cerita pendek pengarang hanya mengambil inti dari  cerita yang disampaikan. Seandainya pengarang menyampaikan  peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam cerpen, maka bentuk tersebut tidak lagi disebut sebagai bentuk cerpen.Â
Â
Dalam penulisan ini pengarang menitikberatkan perhatian  pada peristiwa-peristiwa khusus yang dialami oleh tokoh. Mengingat tokoh yang digunakan dalam cerpen tidak terlalu banyak, maka bentuk cerpen diharapkan lebih padu.  Kepaduan ini  terletak pada bentuk dan rangkaian peristiwa yang  diurutkan oleh seorang penulis. Berkaitan dengan hal itu,  Panuti, (1998:103)  mengutarakan bahwa
Cerita pendek adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata)  yang dimaksudkan memberi kesan tunggal  yang dominan. Cerita pendek hanya memusatkan diri pada satu tokoh  dalam suatu situasi pada suatu ketika. Meskipun persyaratan ini tidak dipenuhi cerita pendek tetap mengutamakan suatu kepaduan  sebagai patokan.Â