Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Matahari Bermuka Dua

6 November 2023   11:52 Diperbarui: 6 November 2023   12:00 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber gambar: Pixabay ( Google.com)

  Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd 


Setelah matahari kembar itu
bersatu dalam cawan politik,
Menyaru dalam kepedulian
orang -orang berdiri di atas kepala sendiri
Resah - resah pemilik jiwa,
pelan-pelan tersungkur dalam jurang kepentingan


Adalah dendam di ubun- ubun ,
Lalu meleleh di kaki-kaki politik
Jiwa- jiwa yang dirampas malam itu,
penasaran mengusung  tanya


Mengapa tulisan hidup berbeda lafaz?
Mengapa  lidah melaju ke lain arah?
Kenapa bendera  harus menghapus cita?
Berkibar di pagi buta, telanjangkan dada


Kemana ikrar yang kau lafaf saat gegap gempita?
Kemana  sudah menguap darah yang tumpah di hari huru-hara?
Darah-darah mengalir menyusur kali
Kali dibendung umbul -umbul
Beku mengental di atas aspal
Dieram matahari dan bulan bermalam-malam
Dikikis pedal-pedal sedan berplat mewah


Setelah matahari kembar bersatu dalam cawan
Kasak- kusuk mundur  ke hulu
Dijemput ombak digulung pasang
Dikipas angin selatan jadi kenangan semasa
Haluan kisah diputar mengarah ke selatan


Menyelingkuhi nafsu melilit usus
Setelah darah- darah itu kerontang
Jiwa- jiwa penasaran pulang menuju kandil
Wajah pucat menatap Tuhan dalam ragu


Dalam haru Dia bertanya
Dimana tempat ku Tuhan?
Bagaimana takdirku?


Sementara di sana....
Bulan dan matahari saling tatap
Berangkulan melepas kemesraan
Mengusir dendam
Membuang sekat
Menghapus kotak- kotak
Bermuka satu berjasad dua


Setelah matahari kembar itu menyaru
Aku adalah jiwa yang tergoda rayuan
Kupikir ada surga gratis di sana


Ada keikhlasan demi cinta ku pada-Mu
Tuhan...
Dimana takdir yang telah Kau tuliskan?
Biarkan darahku mengental dengan aspal negeri
Karena di sana, nasibku menggantung
di tangan dewi keadilan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun