Â
Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.Â
Globalisasi merupakan fenomena dunia yang mempererat hubungan emosional antarasatu individu dengan lainnya.  Salah satu media yang mengambil peran besar dalam hal ini adalah media sosial. Kemajuan  pengetahuan dan teknologi merupakan dampak yang harus ditanggung oleh para pemakai jasa informasi.  Internet sebagai wadah utama merupakan bagian dari teknologi  canggih. Jaringan ini telah menghasilkan puluhan media sosial yang tumbuh bagai jamur di musim hujan.  Media online ini termasuk anugerah kemajuan ilmu pengetahuan yang dinikmati hampir seluruh penduduk dunia saat ini.  Penulis tidak ingin mengutuk zaman dan teknologi yang begitu hebat  dalam merajai dunia. Akan tetapi yang menjadi masalah sekarang adalah kebablasan masyarakat Indonesia dalam mengapresiasi media sosial saat ini.
Setiap saat  masyarakat dapat memberikan pendapat dan  sharing informasi satu sama lain. Dalam hal ini  media sosial  dapat mengubah karakter masyarakat. Sebagai eksitensi diri  media sosial  telah menjauhkan karakter manusia Indonesia sesungguhnya yang penuh kesatunan dan keberadaban. Setiap kegiatan atau momen selalu diposting dari berbagai media apakah itu Facebook, Twiter, Istagram dan Whatsaap.  Anehnya moment -moment semacam ini tidak mengenal status sosial dan jenis kelamin.  Bahkan orang tuapun sibuk mengabadikan setiap moment yang dialamimya.  Intinya manusia zaman now adalah manusia yang dipenuhi rasa eksitensi diri untuk memberitahu dunia bahwa " Saya sekarang sedang ini lho.." lalu..!  "Bagaimana dengan Anda? " dari postingan tersebut mereka mengharapkan jempol  para penikmat membusur dan melejit bagai panah dalam peperangan di berandanya, luar biasa..! Selain jempol, para pengupload moment seperti ini mereka juga mengharapkan ribuan  pujian  dari para pembaca.
Ditinjau  dari sudut pandang psikologi pujian merupakan sebuah kebutuhan naluriah setiap individu. Jika stimulus pujian diberikan pada setiap individu, maka ransangan hebat akan memuntahkan segala energi kesenangan yang menjadikan indidividu tersebut lupa diri dan mabuk kepayang... he.. he.  Dalam hubungan emosional pujian  merupakan nutrsi tambahan bagi jiwa --jiwa yang labil dalam menghadapi masalah hidup. Setiap asupan pujian merupakan gizi dalam  harmonisasi hubungan emosional.
Memburu pujian di media sosial pada zaman now sangat instan  dan dapat dilakukan  dalam berbagai kegiatan. Hampir semua keakraban di media sosial dijalin lewat kata pujian saling memahami, chating, dan sharing informasi bahkan kadang sering berujung dengan perselingkuhan dunia maya. Harus diakui  media sosial ini telah berhasil menciptakan jutaan pasangan berjauhan  berhasil ke pelaminan sampai langgeng, hanya karena bermodalkan telepon seluar plus paket data gratis dan sedikit kata kata syahdu sebagai kamuflase.  Akan tetapi sisi negatifnya adalah media sosial ini telah berhasil mengacaukan jutaaan  pasangan setia hancur berantakan hanya karena jiwa- jiwa galau dengan pasangannya melarikan diri ke media sosial tanpa memperhatikan dampak yang muncul dari langkah instan yang diambil. Mereka berpikir semua individu yang ada di media sosial adalah para ustad, penceramah, kiai dan motivator yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari waktu cahting yang diberikan.
Karena latah  menghadapi perkebangan dan fungsi media sosial, akhirnya bermuncullah kasus- kasus keretakan dalam surga- surga kecil yang telah dibina bertahun-tahun. Para isteri selingkuh dalam pelukan suami. Para suami kadang- kadang menghadirkan selingkuhannya dan dinabobokan di samping isteri tercinta. Sehabis sarapan  malam waktu keluarga tersita untuk melayani puluhan chating dengan orang orang yang tidak jelas status sosialnya. Dunia terasa  sempit, yang jauh semakin dekat yang dekat semakin dijauhkan.
Perkembangan  seperti  ini  telah mengubah karakter manusia  secara instan. Postingan foto dalam berbagai gaya selfi telah menjadi virus yang mengundang zina mata para penikmat. Tak ada tujuan lain sebenarnya hanya ingin mengarapakan sebuah pujian dari penikmat dunia maya. Hampir 80 persen wajahnya diedit dengan aplikasi canggih, lalu di posting di media sosial.  Ketika terjadi  kontak langsung dengan wajah aslinya ... Nauzubillah. Itulah fenomena media sosial zaman now. Semoga   sebagai penikmat dan pengguna dapat lebih waspada. Jangan salahkan teknologi dan globalisasi. Akan  tetapi, mari gunakan media sosial secara sehat dengan tujuan merekat silaturrahhim yang berjauhan dalam membangun bangsa.. amin..
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Edukasi  dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H