Mohon tunggu...
Mukhlis Abdillah
Mukhlis Abdillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Leaning Consultant, Author, Counselor

Traveling, menulis dan mengajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapak Berengsek !

27 Januari 2025   12:02 Diperbarui: 27 Januari 2025   12:02 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo : angry emoticn https://www.freepik.com

Kata ini mungkin sering kita dengar saat seseorang merasa diperlakukan tidak menyenangkan bahkan cenderung menyakitkan. Misal, saat seorang wanita mengetahui dikhianati pasangannya atau ketika seseorang sadar telah ditipu orang lain kalimat "kamu berengsek!" bisa saja muncul sebagai bentuk luapan emosi atau kekesalan yang memuncak karena ketidak terimaan atas perilaku ini. 

Ini kisah dari orang bijak yang sering saya curhati, beliau sering  saya sapa dengan sebutan Bang Sabar. Suatu hari ia didatangi seorang anak muda yang mengeluhkan masalahnya. 

"Bapak saya berengsek!" tiba-tiba pemuda ini memaki dihadapannya. Agak terkejut bang Sabar mencoba menenangkan "Ada apa? coba duduk dulu". Ia pun menuruti permintaan itu, terlihat nafasnya terengah-engah menahan amarah.

Sambil menyodorkan air putih agar ia lebih tenang bang Sabar bertanya "Apa yang terjadi?". Tiba-tiba tangisnya pecah "Bapak saya gak tahu diri!", ia mengucapkannya berulang-ulang sambil memukul-mukul pahanya sendiri seolah meluapkan emosi yang tertahan selama ini. 

Sambil menepuk bahunya perlahan bang Sabar menyampaikan "Kalau mau menangis, menangislah, siapa tahu dengan begitu perasaan menjadi lebih lapang, sambil renungkan apa pesan Allah dengan kejadian yang kamu alami saat ini". 

Setelah lebih tenang ia mulai mengisahkan masalahnya "Saya kesal dengan bapak saya bang, kebutuhan sehari-hari dirumah bapak dan mamah sudah saya penuhi supaya mereka berdua bisa tenang, tetapi mengapa harus berhutang kesana kemari dengan dalih untuk modal usaha yang ternyata dibawa kabur oleh partner bisnisnya dan ini sudah sering dia lakukan", ia melanjutkan"Belakangan ini hampir setiap hari orang-orang datang ke rumah menagih hutang, sedangkan bapak sendiri tidak punya uang, belum lagi mereka datang dengan preman dan mengeluarkan kata-kata kasar, kasihan mamah stres". Nada terakhir kalimatnya melemah seolah perasaan marah berubah menjadi pilu membayangkan kondisi ibunya yang harus menghadapi sikap para penagih akibat ulah bapaknya.

"Menurut kamu apa hikmah dari kejadian ini?". "Kamu sendiri sanggup menyelesaikan kewajiban-kewajiban bapak?" ia menganggukan kepala. "Pernah tanya sama Allah apa rencana Nya dengan semau kejadian ini?" Bang Sabar memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan tajam.

Ia menjawab "Mungkin ini saatnya saya berbakti dengan orang tua pak". Bang Sabar memotong "Berbakti itu kewajiban anak terhadap orang tua, untuk kasus ini bisa jadi kamu adalah cara Allah menegur bapak, dengan kejadian ini kamu bisa menjadi pengingat agar beliau tidak bertindak semaunya". spontan ia menjawab "Kalau sadar, kalau tidak bagaimana?". 

"Bukan tugas kita mengubah orang lain, cukup sampai batas mengingatkan, karena setiap kejadian yang menghampiri hidup pasti ada pesan Allah disana, renungkan, pahami dan jadikan sebagai pengingat untuk kita". Bang Sabar pun menutup kisah ini. 

     

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun