Setelah lebih dari 1,5 tahun meninggalkan Jawa Barat, kabar pembangunan Tol Cipali semakin gencar. Berulang media-media arus utama meliput dan memberitakan perkembangan pembangunan tol. Pada beberapa bulan awal, Presiden Joko Widodo berulang menjanjikan Tol Cipali bakal selesai dan bisa dipakai saat arus mudik Idul Fitri 1436 Hijriah.
Pada penghujung tahun 2014, saat libur akhir pekan, saya menyempatkan diri datang ke Purwakarta. Niatnya bersilaturahmi ke kawan-kawan lama. Alangkah terkejut saat tiba di ujung timur Tol Jakarta-Cikampek. Sesaat setelah meninggalkan gerbang tol Cikopo segera terlihat fisik Tol Cipali. Jauh berbeda dengan saat terakhir aku tinggal. Gumamku, ”Ah, Cipali sudah jadi!”
[caption caption="Pagi di Cipali"]
Bertahun-tahun mengikuti proses pembebasan lahan, pro-kontra pembangunan, beberapa kali menulis janji pemerintah mewujudkan tol sepanjang 116,75 kilometer itu, sampai sahut-menyahut permintaan kepala daerah yang menginginkan gerbang tol di wilayahnya, tetapi tanpa bukti fisik pembangunan, rasanya seperti mengerjakan hal sia-sia. Namun, setelah dua tahun saya tinggal, fisik tol terbangun. Lebih cepat dibandingkan perkiraan saya.
Hingga beberapa bulan kemudian yang terdengar adalah kabar bertubi-tubi soal pengerjaan ”marathon” Tol Cipali. Jembatan, underpass, dan simpang susun terbangun. Rambu jalan, penerangan, dan belakangan area peristirahatan dikebut untuk mengejar hajat mudik Lebaran tahun 2015.
Sejak itu, saya meniatkan diri mudik dengan membawa mobil sendiri untuk balik ke kampung halaman di Semarang, Jawa Tengah. Ini rencana pertama sejak pergi merantau di tahun 2004. Sebelumnya, hampir setiap kali pulang kampung, saya dan keluarga mengandalkan kereta api atau pesawat untuk mudik karena takut tersiksa kemacetan di jalan raya.
Selain janji waktu tempuh sampai Cirebon yang 1-2 jam lebih cepat, saya pengin menyusuri jalanan baru yang katanya jadi ruas tol terpanjang di Indonesia itu. Lebih dari itu semua, ada perasaan nostalgia melintasi daerah-daerah yang sebelumnya pernah saya telusuri ketika wujudnya masih kebun, ladang, atau sawah.
Melintasi
Barangkali cita-cita mewujudkan tol Trans-Jawa masih lama terwujud. Namun, menyusuri jalanan baru Tol Cipali, lalu melihat langsung ruas Pejagan-Tegal yang masih berdebu tetapi sudah bisa dioperasikan dan tampak wujudnya, muncul keyakinan bahwa harapan itu dekat dengan kenyataan.
Cerita positif dari tetangga, saudara, dan teman yang telah mencicipi semakin membangkitkan hasrat saya melintasi Cipali. Apalagi seorang kawan berujar telah merampungkan 468 kilometer perjalanan Jakarta-Semarang melalui Tol Cipali hanya dengan 7,5 jam pada Senin (13/7/2015) atau H-4 Lebaran 2015. Saya sekeluarga pun meniatkan mudik sehari kemudian, yakni pada Selasa (14/7/2015).
Kami berangkat dari daerah Pamulang, Tangerang Selatan, pukul 01.00. Barangkali aneh, tetapi kami sengaja memilih waktu keberangkatan yang menurut kami tak lazim untuk menghindari penumpukan atau kemacetan. Rupanya benar. Waktu baru menunjuk pukul 02.15 saat kami tiba di Cikopo. Dan, di luar perkiraan, kami tiba di area peristirahatan Tol Cipali di Kilometer 166 pukul 04.00! Itu berarti hanya tiga jam menempuh rute Jakarta-Cirebon!