Mohon tunggu...
Mukhamad Najib
Mukhamad Najib Mohon Tunggu... -

Mari bekerja sama untuk hal yang kita sepakati & saling menghormati untuk hal yang tidak kita sepakati..untuk kemajuan diri, keluarga, bangsa & kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Integritas Baru di Hari Antikorupsi

9 Desember 2012   05:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:57 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1355042073787383855

[caption id="attachment_228450" align="aligncenter" width="400" caption="Hari Antikorupsi Sedunia/Admin (Kompas/Iwan Setiyawan)"][/caption] Suatu sore, di kampus saya di Tokyo, saya bermaksud memberikan bingkisan kepada satpam kampus yang malam itu tidak bisa menikmati malam tahun baru dengan keluarganya. Saya sudah menyiapkan beberapa bingkisan untuk beberapa satpam yang bertugas sebagai hadiah tahun baru. Namun, sayang. Semua bingkisan itu harus saya bawa pulang kembali ke rumah karena satpam-satpam itu kompak untuk menolaknya. Saat saya akan memberikan bingkisan-bingkisan tersebut apa jawab mereka. "Maaf, kami tidak boleh menerima bingkisan apa pun dari mahasiswa!" begitu jawab mereka serempak. Buat kita yang di Indonesia mungkin dengan cepat akan berfikir. "Yaa .. wajar saja, satpam di Tokyo kan gajinya besar." Karena pada umumnya kita selalu berapologi terhadap kelemahan kita karena kita merasa gaji, fasilitas, atau fasilitas kesejahteraan kita yang minim. Lihat pegawai-pegawai birokrasi kita. Dengan alasan gaji kecil maka menerima bahkan meminta "tip" sebagai hal yang wajar. Lihat dosen dan peneliti kita. Lihat aparat penegak hukum kita. Dengan alasan kesejahteraan yang kurang memadai maka jual beli perkara dianggap hal yang biasa. Lihat dokter-dokter kita. Dengan alasan rumah sakit tidak membayar dengan cukup maka "kongkalingkong" dengan perusahaan obat seolah hal yang wajar. Dan, banyak lagi. Pertemuan saya dengan satpam yang menolak bingkisan saya tadi meyakinkan saya bahwa alasan gaji kecil yang sering kita pakai untuk membenarkan pungutan liar, pemerasan, malpraktek, dan lain sebagainya sebenarnya hanyalah cara kita untuk menutupi integritas kepribadian kita yang lemah. Kalau dibandingkan secara nominal memang benar gaji satpam di tokyo berkali lipat lebih besar dari gaji satpam di Indonesia. Tapi, jangan lupa biaya hidup di Tokyo juga berkali lipat lebih tinggi dari biaya hidup di Indonesia. Satpam di Tokyo juga merasakan susahnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sebagaimana yang dirasakan oleh kebanyakan "orang susah" di Indonesia. Tapi, mengapa mereka bisa dengan tenangnya menolak bingkisan dari mahasiswa? Itulah integritas kepribadian yang mereka miliki. Aturan profesi mereka mengatakan bahwa saat berjaga tidak boleh menerima apa pun dari mahasiswa, dan mereka patuh pada aturan main yang sudah dimandatkan. Tak peduli malam tahun baru tidak ada orang di kampus. Tidak peduli betapa mereka ingin berkumpul bersama keluarga saat orang-orang lain juga melakukannya. Tidak peduli betapa dinginnya cuaca di Tokyo di malam tahun baru, mereka tetap komit pada aturan main yang mereka pahami. Jika seorang satpam yang terus berjuangan untuk menyambung hidup sehari-hari mampu menjaga integritas pribadi dan profesinya maka tidak ada alasan yang layak bagi pejabat-pejabat di brikorasi kita, menteri-menteri kita, aparat-aparat hukum kita untuk menggadaikan integritasnya. Sangat memalukan kalau ada pejabat-pejabat publik yang bersedia menerima uang dari seorang buronan Negara, koruptor BLBI yang telah menguras uang rakyat. Sangat memalukan jika ada pejabat otoritas moneter yang sudah bergaji besar masih bermain mata dengan perampok uang Negara dengan membuat aturan yang memuluskan jalannya perampokan. Sangat memalukan kalau ada anggota dewan yang sudah menerima gaji dan fasilitas negara yang besar masih menjadi calo bahkan mafia anggaran. Sangat memalukan jika ada dosen yang kebetulan menjadi pejabat struktural di kampus melakukan penggelapan atas aset-aset berharga yang dimiliki kampus. Sekali lagi ini bukanlah soal gaji. Bukan soal fasilitas atau pun kesejahteraan yang kurang. Melainkan masalah integritas kepribadian yang memang amburadul. Semoga dengan peringatan hari anti korupsi ini, kita bisa membangun komitmen baru untuk menegakkan integritas keperibadian kita sehingga korupsi jauh dari agenda di kepala kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun