Gubaha: Mujibur RahmanÂ
Jembatan Suramadu, yang menghubungkan Surabaya dengan Madura, dibangun dengan harapan besar sebagai penggerak transformasi wilayah. Infrastruktur megah ini diresmikan pada 2009 dengan tujuan mendukung pertumbuhan ekonomi Madura sebagai bagian dari Gerbang Kertosusilo, sebuah kawasan metropolitan ambisius di Jawa Timur. Namun, setelah lebih dari 15 tahun berdiri, Suramadu justru memunculkan berbagai persoalan yang kompleks, mulai dari ketimpangan pembangunan hingga dampak sosial yang mengkhawatirkan.
A. Ketimpangan Pembangunan
Ketika Jembatan Suramadu pertama kali diresmikan, pemerintah berharap infrastruktur ini dapat membuka akses lebih luas ke Madura dan mempercepat kemajuan wilayah tersebut. Sayangnya, perkembangan ekonomi dan infrastruktur di Madura tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Kawasan ini tetap tertinggal dibandingkan daerah lain di Jawa Timur. Akses mudah yang disediakan Suramadu belum berhasil menarik investasi besar-besaran ke Madura, dan tingkat kemiskinan masih menjadi isu yang belum terpecahkan.
Sebaliknya, kemegahan Suramadu seolah hanya menjadi jalur lintasan, tanpa memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat Madura. Sementara itu, perawatan jalan di sekitar jembatan sering kali diabaikan, dengan lubang-lubang jalan yang dibiarkan berbulan-bulan. Hal ini mengindikasikan lemahnya perhatian pemerintah terhadap pengelolaan fasilitas publik di sekitar jembatan tersebut.
B. Kriminalitas yang Mengkhawatirkan
Suramadu juga kerap dikaitkan dengan tingginya angka kriminalitas. Jalur ini sering digunakan sebagai rute pelarian bagi pelaku kejahatan, terutama pencurian kendaraan bermotor, dari Surabaya ke Bangkalan, Madura. Lebih buruk lagi, beberapa kasus kejahatan yang melibatkan pembegalan menggunakan benang senar di jalur motor sempat viral, menunjukkan lemahnya pengawasan di area ini.
Kondisi ini menimbulkan keresahan bagi warga Surabaya yang merasa keamanan kota mereka terganggu. Aparat keamanan dinilai tidak mampu menangani situasi dengan efektif, sementara pemerintah dianggap lepas tangan setelah jembatan ini digratiskan. Jalur kendaraan yang semrawut dan minimnya pengawasan semakin memperburuk citra Suramadu di mata masyarakat.
C. Stigma Sosial yang Memprihatinkan
Selain persoalan infrastruktur dan kriminalitas, Jembatan Suramadu juga memunculkan dampak sosial yang tidak kalah serius. Masyarakat Madura, sering menjadi sasaran stigma negatif. Mereka kerap dianggap sebagai pelaku kriminal hanya karena asal-usul geografisnya. Istilah seperti "wong Meksiko" bahkan digunakan sebagai julukan diskriminatif yang melukai harga diri masyarakat Madura.