Gubahan: Mujibur RahmanÂ
    Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pamekasan 2024, suasana politik semakin memanas. Berbagai manuver dilakukan oleh para calon bupati dan tim pendukungnya untuk merebut perhatian publik. Namun, di tengah persaingan yang semakin ketat, fenomena saling menjatuhkan di media sosial menjadi sorotan utama. Publik tidak hanya disuguhkan dengan visi dan misi calon, tetapi juga kampanye negatif yang menyeret latar belakang pribadi, kasus lama, hingga profesionalitas calon.
A. Pengungkapan Kasus Lama: Senjata Kampanye Negatif
   Kasus-kasus lama yang pernah dialami oleh beberapa calon kini kembali diangkat ke permukaan, seolah menjadi senjata utama dalam kampanye negatif. Sebagian pihak berusaha menggali rekam jejak calon, mulai dari masalah hukum hingga kontroversi masa lalu yang mungkin pernah terjadi. Hal ini dilakukan untuk meruntuhkan citra baik yang telah dibangun oleh calon bupati selama bertahun-tahun.
    Namun, masyarakat perlu bijak dalam menyikapi informasi yang beredar. Tidak semua isu yang muncul dapat dipercaya begitu saja. Seringkali, kampanye hitam didesain untuk menggiring opini publik tanpa memeriksa kebenarannya. Sebagai warga yang cerdas, masyarakat harus mampu memverifikasi informasi sebelum menerima atau bahkan menyebarkannya.
B. Karir dan Profesionalitas Jadi Sorotan
   Selain kasus lama, perjalanan karir para calon juga tak luput dari sorotan. Beberapa pihak mulai mempertanyakan profesionalitas dan kemampuan calon dalam memimpin Kabupaten Pamekasan di masa depan. Muncul berbagai narasi di media sosial yang mencoba menggambarkan kegagalan atau keberhasilan calon dalam menjalankan karir mereka sebelumnya, baik di pemerintahan maupun sektor lain.
    Kritik semacam ini sebenarnya wajar dalam dunia politik. Namun, jika tidak disertai dengan data dan fakta yang akurat, hal tersebut justru berpotensi menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Sebaliknya, kampanye yang lebih positif dan berfokus pada program kerja konkret akan jauh lebih efektif dalam meraih simpati publik.
C. Peran Media Sosial: Pedang Bermata Dua
    Media sosial kini menjadi medan pertempuran utama dalam kampanye politik. Para calon bupati dan pendukungnya berlomba-lomba memanfaatkan platform seperti Facebook, Instagram, tiktok, dan WhatsApp untuk menyebarkan informasi. Namun, sayangnya, media sosial juga menjadi sarana penyebaran hoaks dan kampanye hitam. Algoritma media sosial yang cenderung menyebarkan konten kontroversial dengan cepat menjadi celah bagi penyebaran informasi negatif tentang para calon.
    Di sisi lain, media sosial juga dapat menjadi alat penting untuk menyebarkan informasi positif dan memperkenalkan program kerja calon secara lebih luas. Oleh karena itu, para kandidat perlu lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan menghindari penggunaan cara-cara kotor yang hanya akan merusak demokrasi.
D. Politik Santun dan Harapan Baru Pamekasan
    Seharusnya, Pilkada menjadi ajang untuk memperkenalkan program-program pembangunan yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Alih-alih saling menjatuhkan, seharusnya para calon mengedepankan kampanye yang santun dan berbasis program kerja. Masyarakat Pamekasan tentu menginginkan pemimpin yang dapat memberikan solusi atas berbagai permasalahan yang ada, bukan pemimpin yang sibuk saling menyerang lawan politiknya.
    Dinamika politik yang saling menjatuhkan ini bukan hanya berbahaya bagi integritas demokrasi, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap seluruh proses politik. Jika ini terus berlanjut, masyarakat akan semakin apatis terhadap Pilkada dan proses demokrasi itu sendiri.