Tadi siang, saya cukup terkejut melihat rentetan peristiwa yang terjadi. Shalat dhuhur baru saja usai. Orang-orang masih sementara tafakur di dalam masjid.
Tiba-tiba, semua dikejutkan oleh keributan yang terjadi di lantai bawah. Suara anak menangis terisak-isak dengan keras. Diselingi dengan suara orang tua yang menghardik dan memaki dengan tak kalah hebatnya pada anak itu. Sebut saja namanya Ken.
Ken tertangkap mengambil barang dalam tas (entah isinya apa) seorang ibu yang kebetulan singgah menunaikan shalat.
Ceritanya, si Ken memakai sarung rapi ke masjid. Pada saat ibu ini bergegas ke tempat wudhu, Ken melancarkan aksinya dengan mengobrak abrik barang-barang di tas lengan yang dimiliki si ibu.
Ketika si Ibu yang jadi korban ini mengambil tasnya kembali, ia melihat dan pasrah dompetnya sudah lenyap. Isi tasnya pun berhamburan ke luar. Ia kemudian mencurigai Ken yang ikut shalat juga di lantai satu. Lantai satu ini memang ditujukan untuk jamaah perempuan dan anak-anak.
Ketika salah seorang pengurus masjid mengetahui si Ibu yang mulai gusar, ia lantas memeriksa dan menggeledah selipan baju dan sarung yang digunakan Ken.
Benar saja, Ken menjadi pelaku (lagi). Kemarahan pengurus masjid ini tidak tertahankan lagi. Ia membentak dan melukai fisiknya. Beberapa saat setelah Ken menangis dan merasa kesakitan, beruntung suara ribut-ribut di bawah terdengar dengan jelas, orang-orang berdatangan, dan memisahkan anak ini dari hantaman yang akan dilancarkan secara bertubi-tubi.
Semua jamaah lantas turun ke lantai satu masjid. Si Ken masih menangis meronta-ronta dan kesakitan. Sungguh, saya kasian melihat kondisi si Ken dengan kekanak-kanakannya. Beberapa orang yang hanya sekedar mampir, mulai melontarkan pikiran-pikirannya.
“di foto dulu pak” (entah apa pula maksudnya)
“bawa saja ke kantor (Polisi), pak” (tidak mau pusing)
“panggil orang tuanya, pak” (duh, bakal ribut besar nanti)