“aaaaa,,,,,nyam,,,nyam,,,”
Saya menyadarinya ketika entah mengapa kelas tidak berisik sama sekali. Ketika semua sudah selesai saya periksa, saya berdiri dan mencoba mengecek kelas yang tumben sekali tidak ‘kacau’ dan tidak berlarian ke sana ke mari.
Saya mulai mengernyitkan dahi beberapa saat. Di samping saya masih ada Martha yang berdiri setelah sukses menyelesaikan project nya yang luar biasa. Mereka semua serempak tersenyum pada saya seperti baru saja mengalami sesuatu yang luar biasa menyenangkan. Tapi saya tidak tahu itu apa (bodohnya saya.hehe). Setelah itu, barulah saya diberitahu Beti, anak paling mungil dan menggemaskan di kelas. Oooo,,, saya langsung segera paham.
Martha kelihatan begitu girang bukan kepalang tak henti tersenyum karena telah berbuat sesuatu bagi teman-temannya yang beberapa tidak sempat/tidak punya sarapan pagi di rumah.
Padahal saya tahu, anak-anak kadang mencari uang sendiri. Begitu susahnya mereka mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari. Sekedar beli gula, kopi, teh atau sagu kering. Pergi ke hutan sendiri atau bersama bapa mama kaka adeyang adadi rumah.
Saya tahu, anak-anak susah cari uang, tidak terkecuali Martha. Kadang mereka mencuri les sore, ijin ke saya tidak masuk demi mengangkut pasir kalengan ke atas bukit sana yang dihargai ribuan rupiah. Atau juga tidak masuk karena harus bermalam di rumah kebun (hutan adat masyarakat) untuk membantu orang tua mencari setandan pisang atau keladi untuk dijual ke pasar distrik.
Ya, susah. Martha susah cari uang beli biskuitnya. Butuh pengorbanan, tapi juga dengan keras kepalanya, ia begitu tulusnya membagikan itu pada teman-temannya. Teman-temannya sama pentingnya dengan dirinya.
Plaaaaakkk! Sebuah tamparan keras bagi saya yang dulu bahkan hingga sekarang kerap memiliki ego pribadi begitu tinggi. Saya seperti jadi rendah di hadapan anak-anak ini. Kadang enggan berbagi ketika punya sesuatu yang jumlahnya lebih dari cukup untuk dibagi-bagikan ke orang yang membutuhkan.
Hari ini Martha adalah pahlawan kami semua. Dari sini, saya tahu mengapa anak ini begitu disegani dan disayangi oleh kawan-kawannya. Dia begitu penyanyang. Kami semua pun, tersenyum.
Hari ini, bukan saya yang beri pelajaran. Martha yang beri pelajaran, dialah guru di hari itu. Saya berutang padanya. Oiya, ini ada satu puisi dari Martha, yang dia bacakan sewaktu memperingati Hari Sumpah Pemuda dalam sebuah rangkaian lomba di distrik sebelah.
Seandainya Aku Jadi Presiden