***
BPJS Kesehatan yang diatur dalam UU 24 Tahun 2011 dipancangkan dengan tujuan sejalan konstitusi dasar negara lewat sistem managed care. Semua warga memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan perlindungan kesehatan dari pemerintah.
Hal ini merupakan amanat UU 45 amandemen yang tersebutkan dalam Pasal 28 H ayat 3 UUD 45  bahwa setiap orang berhak atas Jaminan Sosial dan pada Pasal 34 ayat 2 dinyatakan negara wajib menyelenggarakan dan mengembangkan institusi yang akuntabel dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat yang berlindung dalam sistem Jaminan Sosial Nasional, atau pada khususnya JKN-KIS (Jaringan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat).
Dari data yang ada, sebagai ilustrasi, sistem jaminan kesehatan di Indonesia mampu membiayai 1 pasien DBD dari iuran bulanan BPJS Kesehatan dari 80 peserta sehat, 1 pasien yang akan operasi sectio caesaria dibiayai oleh 135 peserta sehat, dan 1 pasien kanker ditanggulangi oleh 1.235 pserta sehat.
Awalnya, saya termasuk yang merasa berat dengan dinaikkannya iuran bulanan BPJS Kesehatan. Mengapa mesti begitu? Bukankah sudah begitu banyak uang yang terkumpul dengan besaran dana yang sudah ada sebelumnya? Saya tidak begitu mendapat jawabannya. Saya sendiri tidak begitu paham. Baru setelah saya bolak balik halaman artikel dan sejumlah publikasi mengenai sistem ini di beberapa negara, ternyata memang cukup rumit.
Di akhir, saya cuma punya keyakinan, dan ini masuk akal. Dalam konteks Indonesia, satu-satunya cara meningkatkan UHC (Universal Health Coverage) adalah dengan gotong royong membayar iuran bulanan, meningkatkan efisiensi pembiyaan, dan memanfaatkan iuran bulanan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bukankah kemakmuran hasil dari tingginya produktivitas? Sedangkan tingginya produktivitas linear dengan kualitas kesehatan?
Memang, masih banyak keluhan di sana-sini, ketimpangan di beberapa sisi, tapi ini patut kita coba dan galakkan bersama. Nah syaratnya, kita harus bekerja sama dulu mewujudkannya. Kita lihat hasilnya sama-sama. Â
Seluruh masyarakat Indonesia kita harapkan aktif menyukseskan JKN-KIS. Selain rutin membayar iuran bulanan untuk pembiayaan pelayanan kesehatan peserta JKN-KIS yang sakit, yang kedua adalah peran dan partisipasi aktif seluruh pihak (multi-stakehoders). Di beberapa negara misalnya, pengelola jaminan kesehatan nasional di-handle oleh beberapa pihak atau beberapa kementerian terkait.
Di lain pihak, Bank Dunia, WHO, dan ratusan organisasi internasional sekarang ini menjalankan gerakan global yang mencari penyebab begitu kerasnya usaha dan lamanya waktu yang harus dikorbankan sebuah negara demi mencapai nilai jumlah jaminan kesehatan (UHC) yang signifikan. Reformasi kesehatan telah menyita begitu banyak waktu bahkan di negara paling kaya sekalipun seperti Swiss, Swedia, US, dan lain-lain.
Namun, sekali lagi, Indonesia punya modal gotong royong. Modal sosial yang mampu menggalang modal kapital demi sehatnya saudara setanah air. Â
Praktik-Praktik Cerdas