Dari subsidi ke Transportasi
Mujahidin Wirawan
MAHASISWA FKIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terus menuai pro-kontra di masyarakat. Aksi penolakan pembatasan BBM bersubsidi bukan hanya ramai di bicarakan saat ini, pada awal 2010 atau tahun-tahun sebelumnya memang sudah terjadi sikap penolakan sangat keras dari masyarakat. Aksi demonstarsi baik dari kalangan mahasiswa, aktivis LSM sebagai Agen dalam penyampai aspirasi. Bahkan pengamat ekonomi dan intelektualpun ikut menyumbangkan perhatian mereka dengan memberikan alternatif solusi yang mungkin bisa pemerintah kaji. Dan yang menjadi korban dari kebijakan pemerintah ini ialah Masyarakat lapisan bawah yang memang masih bergantung pada penggunaan Bahan Bakar untuk kegiatan keseharian pencarian lahan nafkah mereka. Ataupun efek dari pembatasan subsudi, kenaikan haraga BBM memicu peningakatan biaya operasional produksi dan berujung pada kenaikan harga kebutuhan pokok mereka. Tentunya akan semakin mencekik dan menambah beban penderitaan mereka ditengah era krisis yang belum usai dan era pasar global yang belum mereka rasakan nikmatnya.
Pembatasan BBM bersubsidi akhirnya ditunda Pada awal tahun 2011 mendatang, pemerintah akan mulai melakukan pembatasan BBM bersubsidi. Hanya mobil angkutan umum, motor dan kalangan nelayan yang dapat mengakses BBM jenis premium serta solar. Sementara mobil berpelat hitam tak lagi diperkenankan mengkonsumsi BBM jenis tersebut.Keputusan itu diambil setelah delapan fraksi di Komisi VII DPR memberikan pandangannya. Mungkin ini kabar yang sedikit memberi hela nafas bagi para pengguna transportasi atau pemilik kendaraan.
Sebetulnya isu Subsidi BBM di Indonesia pun mencuat baru sejak krisis 1998. Periode sebelumnya kita sering menikmati Laba Bersih Minyak, yaitu hasil penjualan BBM lebih besar dibandingkan biaya penyediaannya oleh Pertamina. Menurut laporan bappenas Data "Penerimaan Migas" (sisi penerimaan APBN) dan "Subsidi BBM" (sisi pengeluaran APBN) menunjukkan perdagangan migas Indonesia selalu surplus. Penerimaan migas lebih besar daripada subsidi BBM bahkan sejak angka subsidi itu membengkak pasca krisis ekonomi 1998, dan ketika harga minyak dunia membumbung belakangan. Benar, tidak terjadi net outflow dari perdagangan minyak bumi Indonesia.
Memang masalah itu juga salah satunya disebabkan karena Konsumsi BBM kita terus naik, sekitar 5 persen/tahun. Peningkatan konsumsi tidak diikuti peningkatan kapasitas kilang sedang sumur-sumur tua produksinya terus menurun. Sementaravolume bahan bakar atau BBM bersubsidi pada tahun 2011 bisa melonjak ke level 42 juta kilo liter pada tahun 2011 jika pemerintah tidak melakukan penyesuaian karena tingginya permintaan BBM tahun depan. Atas dasar itu, target volume konsumsi BBM bersubsidi yang ditetapkan dalam APBN 2011 sebesar 38 juta kilo liter hanya akan tercapai jika ada kebijakan baru terkait pembatasan BBM bersubsidi mulai awal tahun 2011.
Ada banyak alasan mengapa subsidi BBM perlu dilakukan. Pertama, subsidi diragukan manfaat ekonominya dimana konsumsi BBM kita sangat boros yang jelas terlihat pada sektor transportasi. Kedua, ketidak-tepatan sasaran yang lebih banyak dinikmati golongan kaya. Ketiga, harga BBM yang rendah, selain tidak mendorong efisiensi, rawan terhadap penyelundupan oleh importir ataupun penimbunan oleh pemasok domestik. Keempat, penyediaan BBM oleh perusahaan monopoli tidak transparan dan efisien. Kelima, subsidi menghasilkan ketergantungan sangat tinggi pada BBM, tidak merangsang berkembangnya sumber energi non-BBM. Keenam pembatasan subsidi juga bisa diartikan pembatasan jumlah kendaraan/angkutan transportasi yang bisa membantu mengurangi efek pemanasan global dan pengurangan volume kendaraan yang bisa mengurangi beban kemacetan di kota-kota besar. Mungkin menjadi point penting juga bahwa Subsidi apapun sesungguhnya dapat diberikan kepada pelaku usaha, konsumen, maupun komoditi, namun hanya bila kebijakan itu punya manfaat ekonomi atau sosial-politik, target waktu dan kelompok sasaran yang tepat dan jelas .
Data (BPS), terdapat 9,9 juta mobil pribadi yang disubsidi sebesar Rp 4,8 triliun per bulan atau 57 triliun dalam setahun. Padahal alokasi anggaran dalam APBN untuk subsidi sekitar Rp 88,7 triliun. Sungguh kebijakan yang sangat tidak tepat sasaran, dimana lebih dari separuh subsidi dinikmati masyarakat atas. Dibandingkan program pemerintah memberikan berbagai insentif kepada masyarakat menengah ke bawah, seperti melalui Raskin, PNPM, BOS, pembangunan rusun, sarana trans massal bagi masyarakat menengah kebawah atau program-program lainnya. dimana masih banyak kekurangan dalam pelaksanaannya.
Mungkin masih kita ingat, beberapa bulan yang lalu masyarakat kecil masih berdesak-desakan meminta sedekah pada bulan ramadhan, berebut daging kurban di idul adha, korban bencana merapi, banjir, gempa yang masih terkatung-katung membutuhkan bantuan. mana manfaat dari subsidi bagi mereka???. selain itu pelaksanaan program BOS yang masih sangat tidak transparan seperti masih banyak gedung sekolah tak layak dan harus segera di perbaiki, masih tingginya angka putus sekolah di desa-desa, menigkatnya persentase siswa yang tidak lulus UN, dan yang kita ingat aksi demo di DKI jakarta bulan yang lalu mengenai transparansi penggunaan dana BOS. sudah berjalan benarkah program-program itu???
sudah seharusnya pemerintah mengkaji kebijakan dan mempertimbangkan keberpihakan pada hak-hak masyarakat kecil. Setidaknya memberikan alternasi solusiuntukmenyubsidi transportasi massal indonesia yang masih compang-camping. seperti kereta api, dimana gerbong-gerbong, infrastruktur sudah tak layak. sarana tarns-massal lainnya, pembangunan monorel terhenti, pembangunan stasiun MRT, Busway, Light Railway, komuter, operasional busway sering merugi dan tidak terpelihara pengembangannya.
Ada banyak keuntungan dari mensubsidi bidang ini, disisi lain dapat mengurangi kemacetan, pengurangan kendaraan pribadi, mengurangi dampak greenhouse, mengurangi kesenjangan masyarakat, efisiensi pengeluaran/kost/ongkos transportasi,pengimbangan infrastruktur transmassal, penataan kota. Juga dapat menjamin ketepatan sasaran subsidi yang jelas yaitu masyarakat menengah bawah yang sebagian besar menikmati sarana transmassal ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H