Mohon tunggu...
Ahmad Mujahid
Ahmad Mujahid Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sedang Study S1 di Universitas Indonesia Jurusan Matematika

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengkritisi Idealisme Anggota Dewan

13 April 2011   04:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:51 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekali lagi kita melihat drama dari panggung politik yang menyuguhkan banyak sekali cerita-cerita bagi rakyatnya yang haus akan kesejahteraan. Drama tersebut dilakoni oleh banyak politikus yang sekali lagi dan mungkin telah berulang kali menyakiti hati-hati para terwakilnya. Mungkin karena itu yang hanya mereka bisa lakukan.

1,2 Triliun dana yang mereka anggarkan untuk “kesejahteraan” mereka sendiri. Dana tersebut diperuntukkan membangun gedung impian yang di dalamnya akan terdapat fasilitas-fasilitas supermewah yang bisa menunjang keperluan pribadi mereka bukan malah menunjang kinerja mereka dalam memperjuangkan aspirasi para terwakilnya.

Air susu dibalas dengan air tuba, mungkin itu peribahasa yang bisa menggambarkan kondisi anggota dewan kita sekarang. Mereka semua lupa siapa yang membuat mereka bisa duduk di sana, di kursi empuk senayan yang menjadi rebutan orang banyak ketika pemilu. Mereka semua sudah tidak peduli akan nasib para terwakilnya yang sangat mengharapkan kinerja mereka. Mereka sekarang seperti wabah penyakit yang sudah resisten dengan kontrol sosial. Tidak ada yang bisa menyentuh mereka dan tidak satu pun dari mereka yang tersentuh.

Andai saja mereka semua tahu bahwa rakyat ini sudah cerdas, sudah tidak mudah lagi dibohongi, sudah tidak mudah lagi diakali. Janganlah berbuat yang tidak mengenakkan rakyat. Rakyat sudah bosan dan muak dengan retorika para wakilnya di gedung DPR sana. Sudah banyak catatan hitam kelam hadir dari balik gedung yang atapnya seperti tempurung kura-kura.

Saya yakin banyak dari mereka, anggota dewan, yang dulunya adalah aktivis-aktivis yang berani berkorban memperjuangkan nasib rakyat. Mereka mungkin sama-sama mengerti, paham dan tidak asing dengan kalimat ini “Betapa inginnya kami agar bangsa ini mengetahui bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri, kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur sebagai penebus kehormatan mereka, jikalau memang tebusan itu yang diperlukan...”.

Sepenggal kalimat “idealisme kami” yang sangat indah dan akan membakar semangat ketika kalimat-kalimat itu diucapkan dengan penuh pengkhayatan. Kemanakah ruh “idealisme kami” itu sekarang?, apakah anggota dewan sekarang yang mantan aktifis itu sudah lupa dengan “idealisme kami”nya yang pernah mereka ucapkan, yang pernah mereka jadikan pijakan ketika mereka melakukan aksi demi kepentingan rakyat?

Anggota dewan yang terhormat seharusnya Anda jangan terus memperkaya diri, jangan terus memanjakan diri. Saya yakin fasilitas yang ada sekarang pun sudah lebih dari cukup melihat kondisi rakyat yang sampai saat ini tidak mengalami peningkatan. Ingatlah kembali siapa yang memilih Anda, siapa yang menentukan nasib anda sehingga berada di senayan sana. Jawabannya adalah kami, rakyat pemilih Anda. Masukkanlah dibenak anda semua para anggota dewan keingingan untuk membangun bangsa, keingingan untuk membangun negara, keinginan untuk membawa negara ini menjadi negara yang merdeka, menyejahterakan rakyatnya dan mampu bersaing dikancah internasional bukan malah berpikir untuk membangun gedung baru di DPR. Saya yakin rakyat pun akan memberi apresiasi kepada para wakilnya jika wakilnya tersebut sudah menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Ketika anda meminta gedung baru pun, otomatis akan rakyat izinkan.

Jadi, niatkanlah diri anda, para anggota dewan, agar berkerja untuk bangsa, negara dan rakyat Indonesia bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Seperti kalimat indah yang dikutip dari “idealisme kami”, “... yang kami harap adalah terciptanya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat, serta rahmat dari Tuhan pencipta alam semesta”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun