Dunia Arab saat ini sedang memasuki fase yang krusial terkhusus di Kairo, Ibu kota Mesir dan sekitarnya. Ratusan bahkan ribuan orang di Mesir saat ini ingin sekali merasakan adanya perubahan di negara mereka. Mereka, warga Mesir, menuntut Presiden Mubarak untuk mundur dari jabatannya karena dinilai terlalu lama memimpin Mesir. 30 tahun sudah Mubarak dengan segala kediktatorannya memimpin Mesir. Selain itu, Mubarak dianggap gagal dalam memperbaiki kondisi perekonomian di negaranya. Mungkin aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat Mesir ini terinspirasi oleh gerakan yang sama yang terjadi di Tunisia belakangan. Rakyat Tunisia lewat gerakannya berhasil menggulingkan pemerintahan yang dipimpin oleh Ben Ali yang terkenal diktator, mirip dengan apa yang dilakukan oleh Mubarak di Mesir. Para pemimpin negara-negara Arab saat ini memang terkenal diktator dan mereka juga dapat dikatakan perpanjangan tangan AS dan barat di timur tengah. Dengan memanasnya situasi di timur tengah saat ini khususnya di Mesir. Mereka, Barat dan AS saat ini sedang kebingungan untuk menentukan sikap dalam menaggapi permasalahan yang sedang terjadi di Mesir. Mereka sedang dihadapkan dengan sebuah dilema sehingga diamlah merupakan opsi yang mereka pilih atau sekedar mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang sifatnya netral tidak memberikan solusi. Karena sebenarnya, AS dan Barat itu mempunyai kepentingan di timur tengah namun di sisi lain kondisi yang terjadi saat ini bahwa rakyat Mesir ingin didengar suaranya, tetapi yang didapat adalah bentrokan dengan aparat keamanan Mesir yang sampai saat ini aksi berdarah di Mesir itu telah menewaskan lebih dari 100 orang warga Mesir, hal tersebut sangat bertolak belakang dengan gaung HAM yang sedang mereka kedepankan. Gerakan-gerakan seperti yang sedang terjadi di negara-negara timur tengah ini sangat mungkin menginspirasi negara-negara lain yang merasa pemerintah mereka sudah gagal dalam menjalankan amanah mereka disamping sifat kediktatoran yang identik melekat kepada pemimpin-pemimpin yang haus akan harta dan kekuasaaan. Indonesia khususnya pernah juga mengalami hal yang serupa ketika dipimpin oleh presiden super power, alm. Soeharto. Di bawah kepemimpinan beliau rakyat Indonesia dibuat tidak berdaya dengan kediktatorannya dan segala aturan-aturan yang ia buat. Yang terparah adalah kebebasan dalam mengemukakan pendapat yang dilarang. Apa lagi ingin melakukan aksi demonstrasi, mengkritik pemerintah lewat lagu dan media cetak saja akan langsung berurusan dengan militer. Namun, lagi-lagi yang namanya gerakan menuntut perubahan adalah senjata ampuh yang dimiliki oleh rakyat dan paling ditakuti oleh para pemimpin-pemimpin di dunia. 1998, soeharto pun akhirnya jatuh setelah memimpin Indonesia selama 32 tahun. Mungkin Mubarak di Mesir ingin mengikuti jejak Soeharto yang sudah lebih dulu dijatuhkan secara tidak hormat oleh rakyatnya. Pergerakan yang dilakukan oleh rakyat ini seharusnya sudah mulai diwaspai oleh para pemimpin dunia terlebih di Indonesia. Sangat mungkin gerakan serupa terjadi di Indonesia, melihat kondisi Indonesia saat ini dimana rakyat sebenarnya sudah masa bodoh dengan apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah. mereka sudah bosan dengan politik pencitraan, mereka ingin sebuah aksi nyata yang dahulu pernah dikatakan saat kampanye pilpres. Karena sesungguhnya bangsa ini tidak butuh presiden yang hanya bisa bernyanyi dan mengeluarkan album. Bangsa ini butuh pemimpin yang bertanggung jawab terhadap rakyat dan mau melakukan perubahan untuk rakyatnya. Jadi, jika pemerintah Indonesia tetap saja seperti saat ini hanya diam tidak mengoreksi diri sendiri dan tidak melakukan perubahan yang berarti untuk rakyat, bukan tidak mungkin rakyat Indonesai akan melakukan hal yang serupa seperti di Tunisia dan Mesir untuk menuntut perubahan kepada pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H