Mohon tunggu...
Ahmad Mujahid
Ahmad Mujahid Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sedang Study S1 di Universitas Indonesia Jurusan Matematika

Selanjutnya

Tutup

Politik

BBM Naik, Indonesia Bukan Bangsa “Keledai”?

21 Maret 2012   11:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:39 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lagi-lagi rencana pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menjadi topik hangat perbincangan di berbagai media. Bukan karena tidak ada apa-apa, melainkan rencana ini kalau saja sudah diputuskan oleh pemerintah akan sangat berpengaruh bagi kehidupan banyak orang. Terbukti dengan belum saja rencana ini berubah menjadi keputusan pemerintah, sudah banyak aksi-aksi demonstrasi dari berbagai lapisan masyarakat menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.

Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, kembali mengusulkan untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp1.500 per liter mulai 1 April 2012. Hal tersebut dilakukan setelah melihat kondisi harga minyak dunia yang semakin melambung tinggi. Kondisi seperti ini akan sangat berdampak pada gendutnya anggaran belanja APBN 2012. Maka menurut pemerintah, menaikan harga BBM bersubsidi merupakan satu-satunya pilihan yang dapat diambil demi menyelamatkan perekonomian nasional dari jurang krisis.

Usulan kenaikan harga BBM seperti sekarang ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2005. Pada saat itu harga BBM dari Rp4.500 menjadi Rp6.000 per liter. Dengan naiknya harga BBM pada saat itu, kondisi perekonomian di Indonesia bukannya menjadi lebih baik malah anjlok hingga mengalami kontraksi sebesar 0,5 persen dari 6,1 menjadi 5,5 persen. Hal tersebut terjadi karena ada salah niat pada saat keputusan untuk menaikan harga BBM bersubsidi itu dipilih. Pemerintah hanya meniatkan agar dapat menghemat anggaran sekitar Rp40-50 triliun. Karena niatan yang salah, maka yang terjadi adalah merosotnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Melihat kondisi yang sebenarnya memang pernah dialami oleh bangsa ini. Pemerintah diharapakan dapat mempertimbangkan lagi opsi untuk menaikan harga BBM bersubsidi. Apa yang menjadi motivasi pemerintah dalam menaikan harga BBM bersubsidi diluar kondisi harga minyak dunia yang juga belum stabil akibat dinamika politik yang terjadi di kawasan timur tengah. Karena dengan naiknya harga BBM, ini akan menimbulkan banyak masalah lagi dikemudian hari dan bukan tidak mungkin bakal menurunkan daya beli masyarakat. Belajar dari pengalaman, jangan sampai bangsa ini jatuh ke lubang yang sama karena masalah yang sama. Karena hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali.

Sebagai bangsa yang memiliki sumber daya energi dan mineral yang berlimpah. Pemerintah seharusnya dapat lebih cerdik menyiasati kondisi ini dengan coba mencari alternatif-alternatif energi sebagai substitusi bagi bahan bakar minyak bersubsidi. Misal dengan mengembangkan penggunaan bio energy untuk kebutuhan industri maupun otomotif. Sehingga nantinya sedikit demi sedikit perekonomian kita tidak lagi bergantung pada naiknya harga minyak dunia. Karena kita sudah mulai mengurangi penggunaan BBM dan menggantinya dengan sumber daya energi alternatif.

Oleh karena itu, alangkah lebih baik ketika memang pada akhirnya dengan terpaksa pemerintah harus menaikan harga BBM bersubsidi, maka hal itu harus dibarengi oleh itikad baik dari pemerintah berupa pemberian kompensasi untuk memajukan kesejahteraan rakyat, membangun infrastruktur perekonomian negara, dan kembali mengkaji lebih jauh tentang energi-energi alternatif yang sebenarnya dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan BBM bersubsidi. Dan jika hal ini dilakukan secara komprehensif, maka dapat menghindarkan bangsa Indonesia jatuh ke lubang yang sama. Karena saya optimis Indonesia bukan bangsa "Keledai."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun