Mohon tunggu...
Mujab
Mujab Mohon Tunggu... Buruh - Wahana menuangkan karya dan gagasan

Saya aktif di Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah. Selain itu aktif di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah sejak tahun 2003 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Subsidi Internet Sifatnya Sementara

19 Agustus 2020   17:18 Diperbarui: 19 Agustus 2020   17:12 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa belajar online. Foto: https://selasar.co/

Menteri keuangan tengah menggodok  kebijakan untuk memberikan subsid internet untuk siswa agar pembelajaran online bisa berlangsung dengan baik. Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir mengatakan, pemerintah tengah mengkaji untuk memberikan subsidi pulsa bagi para tenaga pengajar dan murid.

Menurut hemat kami harapannya subsidi tersebut sebagai tindakan sementara. Pemerintah setelah ini perlu memikirkan coverage internet dan kecepatannya agar lebih merata, berkualitas dan berkelanjutan. Agenda terkait internet ini tentu agar bangsa Indonesia siap menghadapi era pendidikan  4.0 dan bukan sekedar karena ada covid-19. Sehingga internet untuk pendidikan perlu diperhatikan secara khusus.

Sebagaimana kita tahu penetrasi internet di Indonesia sudah dimulai semenjak tahun 2000. Waktu itu harga simcard mungkin masih sekitar lima ratus ribu rupiah atau bahkan lebih. Namun di tahun 2020 saat pademi covid tiba tiba menyerang, kita semua mulai dari orang tua hingga elit di kementrian pendidikan kedodoran dan tergopoh gopoh ketika pembelajaran harus digelar secara online. Seakan akan internet di dunia pendidikan datang tidak lebih awal dari covid itu sendiri. Semuanya tidak siap. Semua belepotan. Jaringan tidak merata, bandwith terbatas, sinyal lemah, hp tidak punya, dan sebagainya.

Rupanya waktu dua puluh tahun belum juga membuka kesadaran bahwa internet itu kebutuhan; harus didekati, dipelajari, didalami, dan diamalkan. Rupanya internet masih dianggap sebagai "mainan" yang mengancam kelancaran pembelajaran dan harus dihindari di dunia pendidikan. Dunia pendidikan kita berkoar koar tentang era pendidikan  4.0 di diskusi, di seminar, di artikel dan opini, tetapi ternyata semua wacana. Realitasnya baru nampak ketika pademi covid kemudian "menagih"  kesiapan dunia pendidikan Indonesia di era 4.0. Tagihan itu akhirnya tidak terbayar. Realitasnya dunia maya yang sudah menjadi kenyataan, masih dianggap dunia maya.

Padahal kita tahu bahwa era industry 4.0 itu bukan sekedar penyampaian materi secara online, baik via zoom, google meeting, atau whatsapp. Professor Peter Fisk dalam sebuah paparannya tentang pendidikan era 4.0 yang berjudul Changing The Game of Education menyebutkan bahwa Pembelajaran 4.0 setidaknya berkaitan dengan: belajar kapan saja dan dimana saja, belajar yang bersifat personal, metode penyampaian materi pembelajaran yang lebih beragam, mengapa sesuatu itu harus dipelajari dan dimana hal tersebut  bisa dipelajari. Selain itu Pembelajaran 4.0 juga berkaitan dengan aplikasi dan program, modular dan project, pembelajaran berbasis siswa, serta evaluasi  alih alih ujian.

Dari pernyataan Peter Fisk di atas kita sadar bahwa jika masih ada yang berpikiran bahwa pembelajaran online itu sekedar terkait koneksi internet, sinyal, bandwith serta smartphone, mungkin perlu mengulik lebih dalam lagi apa sesungguhnya industry 4.0 dan bagaimana imbasnya pada dunia pendidikan atau bagaimana seharusnya dunia pendidikan Indonesia tanggap, merespon, beradaptasi dan menyiapkannya. Antar kementrian bisa berkoordinasi untuk diperjelas siapa menyiapkan apa. Siapa menyiapkan koneksi, siapa menyiapkan tarif paket data, siapa menyiapkan persebaran internet dan siapa menyiapkan content pembelajaran untuk menyambut era 4.0 yang sejatinya sudah mulai sejak tahun 2011 lalu.

Sebagaimana diketahui bahwa perkembangan teknologi itu kejam. Teknologi akan terus berkembang tanpa peduli dunia pendidikan Indonesia sudah siap atau tidak. Yang tidak bisa merespon perkembangan teknologi akan ditinggalkan. Tidak peduli sebesar apapun organisasi pendidikan, ormas, ataupun perusahaan penyelenggaran pendidikan itu. DUnia pendidikan Indonesia bisa belajar dari sejarah bahwa perusahaan raksasa yang gagal beradaptasi akan ambruk dan itu tidak butuh waktu lama. Nokia ambruk karena telat berinovasi. Yahoo tenggelam karena salah mengantisipasi pasar teknologi.

Subsidi internet tidak salah tapi bukan sesuatu yang final. Harapannya segera diikuti dengan langkah langkah strategis agar bangsa Indonesia memiliki  kesadaran bersama bahwa kalau di tahun 2045 ingin menjadi bangsa yang unggul maka internet tidak bisa dipandang sebelah mata. Internet bukanlah mainan yang semata-mata berisi game dan pornografi serta medsos.

Internet bisa berarti big data, bisa berarti artificial Intellegene, bisa berarti blockchain, bisa berarti connected healthcare, bisa berarti IoT, bisa berarti smart city, bisa berarti smart governance, bisa juga berarti democracy 2.0. bisa berarti banyak hal, tergantung hendak ke mana anda menuju saat memulai berhubungan dengan internet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun