Mohon tunggu...
Abdul Muiz Ghazali
Abdul Muiz Ghazali Mohon Tunggu... -

orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Ku Mencintai Bajigan

23 Juni 2014   21:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:32 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

kisah di bawah ini adalah sebuah cerita ketika aku terkesima dengan seseorang pada bulan ramadhan tahun lalu.
=========

Beberapa bulan yang lalu, aku pernah nulis status tentang seorang penjual nasi di bulan ramadhan. Kali ini akan aku ceritakan seluk beluk kehidupannya. Apa yang akan aku tulis ini hanyalah coretanku dan sepengatahuanku tentang dia. Terus terang, keberaniannya bekerja di terminal membuatku penasaran. Siapakah dia? Mungkin sedikit agak panjang.

Dengan sanggul yang agak kecil, uban bertabur merata, dan baju kebaya ala orang tua, itulah ciri khas dari bu Karimah yang dikenal oleh beberapa preman terminal Arjamukti. Ia dikenal baik dan santun dalam bertutur kata. Kesopanannya tidak hanya kepada mereka yang lebih tua tapi juga yang lebih muda. Bukan hanya santun kepada orang suci tapi juga kepada orang2 salah dan disalahkan. DAN Bu Karimah adalah ketua preman dan calo terminal arjamukti.

Karimah berbapak Jaelani dan beribu Shaiba. Dari tiga bersaudara, dia adalah satu2nya perepuan. Kakanya bernama hamsan dan adiknya bernama yasa’. Dalam hidupnya, karimah tidak pernah mengenyam pendidikan umum sebagaimana saudaranya yang lain. karena orang tuanya tidak menghendakinya. Dia dimondokkan selama lima tahun hingga akhirnya dinikahkan dengan dengan lelaki tampan bernama Mansur. Dikaruniai anak dua orang laki2 dan perempuan.

Hal yang menarik dari itu semua adalah bagaimana bu Karimah menundukkan semua preman terminal arjamukti. Selama belasan tahun menjadi penjuan nasi di terminal, bu Karimah tergolong orang yang penuh cinta. Tidak pandang bulu. Lebih2 di saat berpuasa. Alih2 memarahi orang yang tidak berpuasa, justru setiap puasa dia lebih banyak bersadakah kepada para preman disana, siang atau malam.

DIBENCI DAN DICINTA

Faktanya, kemurah hati bu Karimah ini di desanya sangat dibenci. “Alumni pondok durhaka” demikian gelar yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Bu Karimah tidak peduli itu. Tapi sayang, suaminya ikut terhasud oleh masyarakat dan ikut2an membenci bu Karimah. Akhirnya cerai. Tapi kerjanya sebagai penjual nasi, tak bisa dilepaskan. “hanya dari menjual nasi aku bisa bersadakah”, jawabnya. Dan inilah yang membuat masyarakat makin jengkel pada bu Karimah. Lebih2 di bulan puasa. Terjadilah penyerangan yang dikomandani oleh pak RT. Rumah bu Karimah dibakar. Sementara dua saudaranya entah dimana.

Ketua preman terminal akhirnya terundang untuk ikut serta membantu bu Karimah. Terjadi adu mulut. Kisruh. Kriminalitas pun terjadi. Bu Karimah dianggap dalang kerusuhan. Dia dipenjara. Preman tidak terima. Bentrok terulang. Kala itu masih masa soeharto. Dimana semuanya bisa diatur dengan uang. Terkumpullah uang beberapa juta dari iuran preman. Bu Karimah bebas selamat. Tapi ia harus pindah rumah. Ngontrak.

Kontrakan ini ternyata tercium oleh tetangganya. Upaya untuk mengusir bu Karimah masih terjadi. Mengadulah dia kepada beberapa preman. Dijaga ketat siang dan malam. Waktu demi waktu, tercipta bangun deg2an di hati antar bu Karimah dan preman. Tapi bu Karimah ogah menikah lagi. Udah tua. Ngurusin sendiri aja repot apalagi ngurus orang, kilahnya. Diancam oleh preman itu. Bu Karimah tidak gentar. Menjual nasi tiap hari tak henti, walau beberapa kali bertemu sang preman di terminal. Bahkan dia sesumbar, ngapain aku takut, wong mati aja ditakutin. Selama ini, tidak ada berani pada preman tersebut. kecuali bu Karimah.  Disinilah awalnya bu Karimah diangkat menjadi ketua preman.

DAKWAH ISLAMI

Yang tidak terlacak oleh beberapa orang, bahwa bu Karimah ternyata adalah berdakwah demi islam. Tidak sedikit preman yang diberikan pekerjaan dan berhenti melakukan aksi2 kejahatannya. Bagaimana caranya? Demikian saya bertanya. “Dengan cinta mas” katanya. Walau orang pondokan, tak sepatah ayat pun yang dilayangkan setiap melakukan dakwahnya. Dia lebih banyak menjelaskan lewat analogi2 dan kisah hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun