Jelang puasa Ramadan tahun ini, ada beberapa hal yang bikin keki (kesal) dan ini semacam catatan kaki saya.
Mengapa? Karena hal-hal berikut ini sedikit banyak memengaruhi hajat hidup dan kepentingan orang banyak.
Pertama, ini yang banyak menguras energi dan air mata rakyat negeri ini. Hatta, nyawa pun melayang gegara yang satu ini, antre membeli minyak goreng.
Ya, karut-marut masalah minyak goreng. Berbulan-bulan gonjang-ganjing masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng terus menjadi tren di ruang publik. Dan tampaknya hingga kini masih menyisakan masalah.
Artinya, belum atau tepatnya tidak kelar-kelar. Bikin emak-emak yang hobi menggoreng terus mengeluh. Termasuk orang-orang yang bergelut dalam usaha kuliner bertema goreng-mengoreng dan tidak bisa melepaskan usahanya dari kebutuhan minyak goreng semakin mengelus dada dengan tingginya harga minyak goreng.
Ditengarai sebab musababnya, seperti yang diakui oleh Menteri Perdagangan, bahwa perang Rusia-Ukraina menjadi salah satu faktor perubahan harga minyak goreng sawit khususnya, dan adanya mafia dalam proses distribusi minyak goreng ini.
Dan terkait mafia minyak goreng, Mendag sempat melontarkan pernyataan akan diumumkan atau dibeberkan ke publik. Tapi, saat ini, tampaknya, entah kenapa, belum begitu jelas, belum juga diumumkan siapa sebenarnya mafia minyak goreng yang bermain di tengah "mendidihnya" minyak goreng ini.
Khalayak cuma menduga-duga. Tiba-tiba sekarang nyaris senyap tak terdengar lagi soal mafia minyak goreng ini.
Akhirnya, mafia minyak goreng ini sekadar geger sebentar jadi uraian viral dan sontak gaduh sebagai  "gorengan isu" belaka. Membetot bejibun viewers. Tidak lebih, tidak kurang. Kurang lebih, persis.Â