Pada zaman Nabi Muhammad, ada seorang dokter (tabib) yang dikirim dari Mesir ke Madinah. Tidak lama hanya selang beberapa bulan, dokter ini tiba-tiba pulang lagi ke Mesir.Â
Kenapa ia tiba-tiba pulang, karena tidak betah? Bukan karena ia tidak betah, tapi karena selama dokter ini bertugas di Madinah, syahdan takada satu orang pun yang sakit dan datang berobat kepadanya.
Makanya, saking penasaran, sebelum pulang, dan berpamitan kepada Nabi, dokter ini pun bertanya pada Nabi tentang apa rahasia yang membuat umatnya selalu terlihat sehat dan takada yang sakit.Â
Nabi menjawab, “Kami adalah umat yang tidak makan kecuali lapar dan berhenti sebelum kenyang."
"Nahnu qaumun la nakulu illa 'an ju'in wa idza akalna la namliku nafsana min al-tho'am."
Kisah ini diceritakan dalam kitab Hikmat al-Tasyri' Wa Falsafatuhu (Filsafat Hukum Islam), karangan Syaikh Ali Al-Jurjawiy, seorang ulama dan pernah menjadi rektor Universitas Al-Azhar Kairo Mesir (Darul Fikri Kairo,, hal 205), ketika ia menjelaskan tentang hikmah dan makna filosofis puasa Ramadan.
Sampai di sini, jadi jauh sebelum gaya hidup berupa pola makan sehat yang dikenal dengan mindful eating dan banyak dipraktikkan oleh orang modern saat ini, Nabi saw sudah memberi isyarat tentang itu.
Nabi pun dalam narasi (hadis) lain mengatakan bahwa, "Perut itu rumah penyakit, mencegah itu pangkal pengobatan, dan berikan pada tubuh apa yang dibutuhkan saja." Dan ini pun sangat relevan dengan pola makan sehat yang disebut dengan mindful eating itu.
Apa yang dimaksud dengan pola makan sehat ala mindful eating itu?Â
Mindful eating itu adalah pola makan yang sehat dengan bertumpu pada kesadaran penuh. Jadi makan juga ada polanya dan ada caranya. Harus banyak berpikir sebelum makan.Â
Itulah mungkin yang namanya filsafat makan. Think before you eat. You are what you eat.