Agar pada gilirannya tercipta ketertiban hukum, orang tidak mudah memanfaatkan pasal-pasal karet dan multitafsir itu sebagai dalih untuk berlomba-lomba saling lapor ke aparat hukum.
Kembali ke soal pembatasan dua kali lima tahun (10 tahun) periode pemerintahan secara konstitusi (UUD). Itu adalah mutlak. Tapi bisa relatif, dalam arti ada batasan dan pengecualian yang diatur secara konstitusi.
Pengecualian itu, misalnya, jika presiden atau wakil presiden mangkat (meninggal dunia), melanggar konstitusi (UUD), atau mengundurkan diri dari jabatannya. Hal-hal seperti ini jelas diatur dalam konstitusi.
Atau seandainya, ini mengandai-andai, mungkin dalam masa pemerintahanan saat ini, tiba-tiba ada undang-undang baru yang ditetapkan oleh MPR/DPR untuk mengamendemen dan mengubah periode jabatan presiden dan wakil presiden 10 tahun yang berlaku dalam undang-undang yang sekarang menjadi lebih dari 10 tahun itu.Â
Nah, ini bisa lain ceritanya. Karena presiden petahana memiliki peluang dan boleh ikut mencalonkan lagi dalam pemilu berikutnya. Presiden Jokowi bisa jadi presiden lagi?Â
Lamat-lamat terdengar juga wacana soal itu sekarang, atau sekadar kabar burung dan isu saja yang sengaja didengungkan. Entah.
Tapi, dipikir-pikir, menarik juga wacana, kabar burung atau isu soal amandemen atau perubahan UUD tentang menambah periode jabatan presiden dan wakil presiden yang hanya dua periode itu. Entah berapa tahun atau berapa periode berubahnya. Dengar-dengar dari bisik-bisik tetangga, adalah 15 tahun. Berarti tambah satu periode lagi. Benar itu?
Oke, ini sekadar mengandai-andai atau berimajinasi saja, terlepas itu hanya wacana, kabar burung dan baru isu politik yang tidak jelas juntrungannya tentang amandemen atau perubahan UUD perihal pembatasan penambahan periode jabatan presiden dan wakil presiden, maka ini otomatis sangat menguntungkan pemerintahan saat ini.
Untuk melakukan amandemen dan perubahan undang-undangnya saja, pasti akan melahirkan protes dan keberatan publik. Bisa jadi, ada demonstrasi besar-besaran dan bisa terjadi anarkitis juga. Ada kegaduhan dan kebisingan baru dalam realitas politik kita.
Lantas, jika MPR/DPR berhasil melakukan amandemen dan perubahan undang-undang tentang itu, maka berarti Presiden Jokowi bisa mencalonkan kembali di pemilu 2024 yang akan datang.
Akhirnya, saya boleh kembali berandai-andai, kira-kira berapa banyak lagi rakyat yang akan dongkol dan jengkel terhadap Presiden Jokowi dan pemerintah saat ini?Â