Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kritik Atas "Kritik Diminta"

10 Februari 2021   17:19 Diperbarui: 15 Februari 2021   17:33 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo/KOMPAS.COM (Dok. Universitas Indonesia)

Pemerintah minta dikritik. Pernyataan (dalam arti permintaan) ini, pada awalnya disampaikan oleh Presiden Jokowi saat acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik, masukan, atau potensi maladministrasi. Dan para penyelenggara layanan publik juga harus terus meningkatkan upaya perbaikan-perbaikan," kata Presiden Jokowi dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, Senin (8/2/2021).

Kemudian, Pramono Anung Wibowo, Sekretaris Kabinet, "menggendanginya" dengan bunyi kata, "pedas" dan "keras" itu.

Pramono Anung menyatakan bahwa untuk menjaga demokrasi tetap berlangsung, bagi pemerintah, kebebasan pers adalah sesuatu yang wajib dijaga. Kebebasan pers, kritik, saran, masukan itu seperti jamu, menguatkan pemerintah.

"Dan kita membutuhkan kritik yang terbuka, kritik yang pedas, kritik yang keras (dari pers). Karena dengan kritik itulah, pemerintah akan membangun lebih terarah dan lebih benar," ujarnya dalam tayangan virtual di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (9/2/2021).

Istilahnya, tidak ada angin tidak ada hujan (padahal sebenarnya sekarang lagi musim angin dan musim hujan, bahkan sangat memprihatinkan, banyak daerah yang terendam banjir), sontak pemerintah minta dikritik dengan keras dan pedas oleh rakyatnya.

Janggalkah, berlebihankah, atau itu memang sewajarnya?

Bukankah ini sama saja artinya bahwa, pemerintah sebenarnya sedang menggarami laut. Air laut itu (memang aslinya) sudah asin, kenapa pula harus digarami?!

Alih-alih sebagai kalimat atau sikap penguatan (taukid), justru mengundang tanya, blunder, dan kontra produktif. Menambah kegaduhan baru di tengah wabah Covid-19 yang belum juga mereda dan musibah banjir yang melanda beberapa daerah di antero negeri.

Sudah tahu, kritik itu bagian penting dari proses demokrasi. Enggak perlu diminta pun, memang semestinya pemerintah itu harus terus dikritik, dikontrol, dan diawasi. Biar ada balance, integritas, profesional, dan akuntabel. Biar tetap berjalan (bekerja) sesuai treknya. Berada di "jalan yang benar". Tidak melenceng. Tetap terarah.

Karena orang mau melontarkan kritik, terlepas itu apakah konstruktif dan memberikan solusi ataupun tidak, misalnya sekadar melontarkan kritik, atau tanggapan (komentar), malah sudah ketakutan duluan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun