Bahkan ada sebagaian warga suatu kampung di Serang Banten baru-baru ini, sengaja kabur dari rumahnya, atau sengaja pergi entah ke mana, mengosongkan rumahnya, ketika mereka tahu akan ada rapid tes.
Ini semua cuma-cuma, atau tidak dipungut biaya sepeser pun, alias gratis, oleh petugas. Tapi tetap saja mereka menolak.
Sementara lain lagi, cerita dengan beberapa sekolah, lembaga pendidikan, atau pondok pesantren. Karena kebijakan pemerintah menuju protokol new normal yang membuka perlahan-lahan pintu sekolah, lembaga pendidikan, atau gerbang pondok pesantren tadi untuk melakukan atau bisa memulai proses belajar mengajar, dengan syarat tertentu. Dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat.
Berada bukan di zona merah Covid-19, dan tetap memprioritaskan protokol kesehatan. Peserta didik atau santri wajib rapid tes terlebih dulu, selalu pakai masker, sedia hand sanitizer, vitamin, dan seterusnya.
Sudah banyak pondok pesantren terutama yang membuka dan melakukan proses belajar mengajar secara offline. Santri kembali masuk pesantren. Salah satu syarat adalah wajib membawa surat keterangan hasil rapid tes. Hasilnya harus reaktif negatif gejala Covid-19.
Yang reaktif posistif, tentu tidak diperkenankan dan dilarang masuk lingkungan pondok pesantren. Harus ditunda dulu, dan melakukan karantina dan isolasi mandiri di rumah masing-masing.
Masalahnya, konon hasil rapid tes ini cenderung tidak akurat. Rapid tes hanya langkah awal dari tes gejala Covid-19. Makanya, harus ada langkah tes lanjutan berupa tes swab yang menunjukkan akurasi hasil tes negatif Covid-19. Tentang rapid tes dan tes swab, bisa dibaca di sini.
Masalah lainnya, ketika sebuah lembaga pendidikan atau pondok pesantren mewajibkan santrinya melakukan rapid tes mandiri (membawa surat sudah rapid tes) saat kedatangannya di pondok pesantren.
Mau tidak mau, orang tua santri harus menyediakan biaya rapid tes di rumah sakit. Apalagi menurut kabar bahwa biaya rapid tes ini bervariasi. Ada yang Rp 250,000,00 sampai Rp 400,000,00.
Sebenarnya barangkali bagi orang tua santri bukan persoalan angka rupiahnya yang dikeluarkan. Lebih-lebih untuk kesehatan dan keselamatan anaknya.
Tetapi ke persoalan efektivitas, dan akurasi hasil rapid tes tadi. Kemudian, santri-santri pesantren itu juga berasal dari berbagai daerah. Ada yang merupakan zona merah, oranye, atau hijau. Rentan dan mengkhawatirkan.