"Cogito ergo sum" begitu kata filsuf René Descartes. "Aku berpikir maka aku ada". René Descartes inilah kemudian dikenal sebagai filsuf Barat yang menggagas aliran rasionalisme.
Bahwa akal pikiran adalah tolok ukur eksistensi manusia. Karena itulah manusia disebut makhluk berpikir. Â Makanya, Descartes meyakini bahwa akal pikiran (rasio) adalah sumber pengetahuan.
Terlepas kemudian banyak filsuf (Francis Bacon, Thomas Hobbes, John Locke, George Berkeley, David Hume) tidak sepakat, dan membantah pemikirannya. Dan mereka akhirnya melahirkan aliran empirisme, kontra rasionalisme René Descartes itu. Bagi mereka, pengalaman adalah sumber pengetahuan.Â
Ingat dengan istilah tabula rasa? Bahwa manusia adalah kertas kosong. Pengalaman itulah yang akan mengisinya dan memengaruhi keberadaan manusia.
Sampai di situ, saya tidak ingin terlalu jauh mengelaborasi teori filsafat tentang rasionalisme dan empirisme ini.
Yang jelas, bagi saya, baik itu akal pikiran maupun pengalaman, dua-duanya adalah penting. Perjalanan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor ini, pikiran dan pengalaman.
Corak hidup seseorang tidak bisa dimungkiri hampir melulu berangkat dari cara berpikir dan pengalaman yang menyertainya.
Saya menduga itulah yang terjadi pada Zul Zivilia, vokalis group musik Zivilia, beberapa hari ini, yang menyatakan bahwa dia mengkonsumsi narkoba atas kehendak Tuhan, karena sedikit banyak dipengaruhi oleh pikiran dan pengalamannya selama ini.
Tidak tahu persis, apakah Zul saat menyatakan itu, akal pikirannya sedang terganggu atau tidak, sedang sakau, mabuk dan dia tidak sadar apa yang dikatakan, karena pengaruh narkoba, misalnya. Itu tentu harus diteliti dan dipelajari lebih lanjut.
Kalau itu (katakanlah) dalam keadaan sadar, paling tidak, pernyataan "mengkonsumsi narkoba atas kehendak Tuhan", menjadi problem. Karena ini terkait soal teologi. Apakah semua perbuatan manusia itu, baik ataupun buruk, ada peran dan campur tangan Tuhan atau karena faktor usaha (perbuatan) manusia itu sendiri?
Dengan kata lain, apakah manusia itu punya kebebasan berkehendak (free will) dan kebebasan berbuat (free act) dalam hidupnya, tanpa perlu campur tangan Tuhan, atau memang sebenarnya semuanya atas dasar campur tangan Tuhan?