Prabowo Subianto, mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus (1995-1998), adalah bintang kejora di hari-hari belakangan ini. Dia betul-betul bersinar terang benerang di antara jenderal-jenderal purnawirawan berbintang lainnya untuk (sementara) saat ini.
Prabowo tidak diragukan lagi, dia adalah tokoh bangsa ini yang kesatria, tetap memegang teguh dan setia dengan sumpah dan janji sapta marga prajurit TNI, yaitu lebih mengutamakan berbakti demi kepentingan negara dan bangsa daripada kepentingan pribadi dan golongan.Â
Di sini letak kenegarawan seorang Prabowo, ketika dia bersedia bertemu dengan Jokowi pada hari Sabtu (13/07/2019) di Mass Rapid Transit (MRT). Jokowi adalah rival politiknya, dan capres petahana yang terpilih kembali di pilpres yang baru lalu. Ini membuktikan perlunya rekonsiliasi itu.Â
Baca juga tulisan saya: "Perlukah Rekonsiliasi?"
Pertemuan Prabowo dengan Jokowi yang mendadak, sikapnya yang berani, dan membuat kejutan bagi publik ini, selain tidak sedikit orang yang yang meresponsnya dengan kekecewaan, dan kemarahan. Pun ekspresi dan air muka mereka yang penuh kekesalan dan luluh lantak (ekspresi sedih, duka nestapa, kelojotan, dsb).Â
Ini tentu saja, khusus bagi mereka yang selama musim pilpres kemarin mendukungnya habis-habisan.Â
Baca juga tulisan saya sebelumnya: "Jokowi Bertemu Prabowo, Siapa Sesungguhnya yang Kecewa?"
Bahkan, emak-emak sampai "berdarah-darah" (biar tidak salah paham, kata "berdarah-darah" diberi tanda petik, maksudnya adalah menstruasi, karena hanya emak-emak yang bisa begitu) mendukung Prabowo.
Akhirnya mereka beramai-ramai protes, unjuk rasa mendatangi kediamannya. Saking kecele dan kecewanya mereka dengan ulah Prabowo bertemu dan rekonsiliasi dengan Jokowi, seorang yang mereka benci dan fitnah selama ini. Mereka benar-benar merasa dikhianati oleh Prabowo.
Tetapi juga, jangan lupa, ada realitas lain yang menunjukkan, bahwa banyak pula yang mengapresiasi dan mengagumi sikap Prabowo yang kesatria dan elegan itu.Â