Semakin maraknya aksi kejahatan yang kini terjadi menjadi warga masyarakat semakin cemas untuk beraktivitas di luar rumah. Beberapa hari belakangan di kota Makassar sedang-sedang hebohnya tentang kasus begal yang merajalela. Walaupun kejadian ini sudah sangat marak sejak beberapa bulan yang lalu namun masih belum terlalu diberitakan di media. Apalagi jika hanya mengalami kerugian harta benda saja, nanti heboh ketika ada yang menjadi korban meninggal atau terkena panah.
Ironisnya lagi banyak para pelaku yang masih berada di bawah umur, dan semakin nekat melakukan aksinya bahkan di siang hari. Penyebabnya banyak bermacam-macam dan merupakan masalah sosial yang bisa dikata hal biasa untuk daerah perkotaan di Indonesia. Perlu berbagai macam tindakan dari stakeholder terkait.
Namun kali ini yang terpenting adalah membatasi ruang gerak para pelaku kejahatan walaupun ada niatnya. Sistem keamanan untuk menjadi kota dunia adalah hal mutlak dilakukan. Mengapa di kota Makassar kasus-kasus kejahatan tak pernah habis-habisnya? Pertama karena tindakan yang dilakukan aparat keamanan hanya bertindak ketika kasusnya lagi heboh atau sudah banyak korbannya. Beberapa waktu lalu marak dengan balapan liar, kemudian geng motor dan belakangan aksi begal. Semuanya ditangani secara serius ketika kasusnya lagi besar dan setelah redup, tidak ada lagi upaya pencegahan yang dilakukan. Nanti ada kasus besar lagi baru aktif lagi.
Selain itu profesionalisme lembaga kepolisian masih perlu dipertanyakan. Memang tidak semua polisi demikian tapi yang nampak dan selalu di kritisi, pastinya buruknya saja. Kedisiplinan polisi mungkin pada saat pelatihan saja tetapi setelah bertugas sudah mulai berkurang. Hal itu dapat dirasakan ketika melaporkan tindak kejahatan yang dialami, polisi cenderung acuh jika kerugiannya tidak seberapa.
Kembali ke permasahan kejahatan, nampaknya setiap kota di Indonesia wajib memiliki nomor darurat seperti Negara-negara maju. Apalagi kota yang mencanangkan menuju kota dunia, keamanan warga adalah hal yang paling utama. dimana yang terjadi jika kita mengalami kejahatan kita perlu dulu ke kantor polisi itupun harus ke kantor dalam wilayah tertentu. Nomor darurat ini yang harus disosialisasikan kepada masyarakat. Dan tentunya dengan waktu respon yang cepat.
Reformasi kedua yang perlu yaitu adanya lembaga pengawasan kinerja kepolisian yang bukan dari internal polisi. Apabila ada laporan yang tidak ditindak lanjuti, maka lembaga pengawasan tersebut memberi sanksi kepada kesatuan polisi yang bertanggung jawab. Karena yang terjadi sekarang jika laporan tidak ditindak lanjuti, warga tidak tau mengadu kemana. Lembaga pengawas ini harus transparan di depan publik, artinya jika lembaga pengawas yang bermasalah juga perlu diawasi oleh masyarakat yang memberi mandat ke lembaga tersebut. Nampaknya media sosial bisa menjadi salah satu alternatif pemantauannya dan kritiknya.
Dan yang terakhir perlu adanya kampanye “Laporkan tiap kejahatan yang dialami walau kerugiannya cuma 500 perak ke nomor darurat”. Walau terlihat sepele tetapi tindak kejahatan harus ditekan dari yang terkecil. Kota dunia yang aman, bukanlah yang tidak ada laporan kejahatannya padahal sangat banyak yang disembunyikan, tetapi seberapa besar kasus-kasus diselesaikan dan memberikan efek jera. Dan hal ini perlu dibarengi dengan keseriusan lembaga terkait untuk menyelesaikannya. Jika tidak yah kembalikan lagi ke lembaga pengwas tadi.
Memang sangat perlu adanya reformasi di instansi-instansi pemerintah kita dalam hal ini pihak keamanan. Kita membutuhkan kepolisian professional yang dapat mengemban amanah publik. Semoga seluruh Indonesia menjadi tempat teraman untuk warganya. Dimulai dari dikuranginya ruang gerak kelompok-kelompok yang ingin kaya dengan instan. salam damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H