Sejarah mencatat bahwa Golkar adalah partai besar yang melahirkan banyak tokoh politik di Indonesia dan Golkar menjadi tempat menempa politisi-politisi kawakan yang telah malang melintang di negeri ini. Sejarah mencatat bahwa gonjang-ganjing yang dialami oleh Golkar dengan segala dinamikanya, baru kali ini konflik itu sangat berat. Beratnya karena campur tangan pemerintah yang terlalu jauh terhadap Golkar dan Golkar lemah secara politik. Tidak ada tokoh pemersatu di Golkar sehingga mudah dipecahkan oleh kelompok lain yang berkepentingan terhadap Golkar.
Pemerintah sebagai pembina kepartaian seharusnya tidak masuk terlalu jauh dalam konflik partai. Untuk itu, UU tentang kepartaian dijelaskan bahwa jika terjadi konflik, maka mahkamah partai bertindak sebagai penengah dalam konflik. Artinya campur tangan pemerintah tidak dibolehkan. Namun jika mahkamah partai tidak dapat mengambil keputusan, jalur islah dan pengadilanlah yang memutuskan pengurus mana yang sah secara hukum. Nah, setelah pengadilan selesai, barulah kemudian didaftarkan di KemenkumHAM untuk dibuatkan lembaran negara sebagai partai politik yang resmi.
Kondisi Golkar berbeda. MenkumHAM dengan tegas mengatakan bahwa mahkamah partai memenangkan Agung sebagai pengurus partai Golkar yang resmi, MenkumHAM melampaui kewenangan sebagai pelaksana pengaturan partai menjelma menjadi pemutus partai yang sah, karena secara tidak langsung, MenkumHAM sebagai kader PDIP berkepentingan terhadap Golkar agar keseimbangan di DPR dengan kubunya KIH dapat menguasai DPR sehingga pemerintahan Jokowi-JK dapat stabil.
Nah konflik selanjutnya selain di pengadilan juga akan jadi konflik di DPR, komposisi pimpinan DPR dikuasai oleh kubu KMP. Setya Novanto loyalis Ical, Gerindra diwakili Fadli Zon, Fahri Hamsah mewakili PKS, Demokrat dan PAN. Dengan komposisi ini maka sulitlah kubu Agung untuk memaksakan diri melakukan manuver di DPR. Jika KMP solid dan kalaupun KIH membantu Agung namun tidak akan terlalu jauh jika sekiranya para ketua umum parpol KIH tidak 1 suara membantu Agung. Sowannya Agung dianggap bahwa kubu Agung akan melakukan manuver di DPR. Politik adalah dinamika dan dinamika itu adalah ketidakkonsistenan dalam berkomitmen artinya kepentingan lebih dikedepankan. Jika sekiranya kubu Agung yang telah disahkan sebagai parpol yang resmi oleh MenkumHAM tidak mampu melakukan manuver untuk merangkul loyalis Ical di DPR, maka Agung tidak dapat berbuat banyak.
Dari 90-an kursi Golkar di DPR, 65 orang adalah loyalis Ical, 18 jelas adalah loyalis Agung, dan selebihnya belum dikonfirmasi (sumber detik). Untuk mengganti ketua dan fraksi Golkar di DPR, fungsi pimpinan DPR menjadi penting. Jika sekiranya pimpinan DPR tidak ingin memproses penggantian pimpinan fraksi dengan alasan bahwa 2 kubu masih berperkara di pengadilan, sangat sulit kubu Agung untuk bisa memaksakan diri mengganti loyalis Ical. Sekiranya kelompok yang membantu Agung di luar DPR untuk memaksakan para kadernya di DPR, kubu Agung akan sulit meyakinkan anggota DPR tersebut. Nah, konflik internal partai tidak akan dicampuri oleh anggota DPR lainnya.
Mengapa kepengurussan Golkar Agung suram? Agung menjadi ketua umum bukan dari akar rumputnya partai Golkar. Kubu Agung berkongres karena campur tangan pemerintah. Peserta kongres Ancol adalah anggota partai Golkar yang tidak mewakili Golkar ketika berkongres. Mereka semua paham bahwa kubu Agung disahkan oleh MenkumHAM karena tekanan kelompok Teuku Umar dan Nasdem yang diwakili Surya Paloh. Para ketua DPD 1 dan DPD 2 hasil kongres Bali adalah kongres yang sah menurut mereka dan solid. Jika sekiranya kubu Agung dengan alasan yang kuat dengan pengesahan MenkumHAM itu tidak diikuti oleh pengurus DPD 1 dan 2, mampukah kubu Agung membuat kepengurusan di semua daerah seluruh Indonesia sedang legitmasinya di internal Golkar tidak kuat?
Selanjutnya kubu Agung akan mendapat kepercayaan karena "SAHNYA" dari MenkumHAM, menginginkan mengganti pengurus DPD 1 dan 2 sedangkan para pengurus tidak ingin diganti atau tidak ada yang mau mengganti pengurus kubu Ical, apakah Agung mampu melakukannya. Inilah pertanyaan mendasar, karena para pengurus Golkar di seluruh Indonesia telah bersepakat bahwa musuh bersama adalah kelompok Agung dan pemerintah. Para pengurus Golkar di daerah dalam beberpa hari setelah kubu Agung mendapat pengesahan dari MenkumHAM juga tidak bereaksi apa-apa dan hampir semua mengatakan konflik Golkar jangan dibawa ke daerah. Tribun Makassar malah mengangkat kata-tegas ketua DPD 1 Golkar Sulsel yang juga gubernurnya mengatakan, "Siapa yang mau dibersihkan, saya kan bersihkan juga. Konflikmu di sana jangan bawa ke kami, dan siapa yang berani menggantikan saya." Nah, jika semua ketua DPD 1 Golkar bersuara seperti ini, kubu Agung sulit untuk mempersatukan Golkar untuk menjadi partai besar lagi. Hampir semua loyalis Agung adalah orang yang tidak mendapat tempat di kubu Ical.
jika sekiranya kubu Agung tidak mendapat tempat, pada sisi lainnya kubu Agung berjanji untuk mempersatukan Golkar dengan PDIP di semua pilkada, sanggupkah Agung melakukan hal tersebut. Inilah suramnya Golkar di kubu Agung dan suramlah Golkar hanya karena oknum yang ingin membuat partai Golkar rusak karena ambisi kekuasaan yang tidak bisa dilepaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H