Pontianak, 24 September 2024
Qonaah: Kecukupan dalam Islam dan Perbandingannya dengan Stoikisme
Di tengah dinamika kehidupan yang terus bergerak cepat, keinginan untuk memiliki lebih sering kali membuat kita merasa tidak puas. Konsep qonaah dalam Islam muncul sebagai pemandu yang memberikan makna, dan kedamaian. Qonaah, yang berarti merasa cukup dan puas dengan apa yang dimiliki, bukan sekadar sikap mental, tetapi juga prinsip spiritual yang mendalam. Di sisi lain, stoikisme, sebuah aliran filsafat yang berakar pada pemikiran Yunani kuno, juga membahas tentang pengendalian emosi dan penerimaan terhadap kehidupan. Mari kita telaah lebih jauh tentang keunggulan qonaah dibandingkan dengan stoikisme.
 Qonaah dalam Islam
Qonaah dalam Islam tidak hanya berfokus pada penerimaan, tetapi juga menekankan pentingnya syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman dalam surah Ibrahim ayat 7 yang artinya:
 "Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan: 'Jika kamu bersyukur, niscaya Kami akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sungguh azab-Ku sangat pedih.'"
Ayat ini menegaskan bahwa sikap syukur, dan puas dapat membuka pintu bagi lebih banyak nikmat. Dalam konteks saat ini, banyak orang merasa terjebak dalam siklus konsumsi yang tidak ada habisnya, selalu ingin memiliki lebih---entah itu barang, status, atau pengakuan sosial. Qonaah mengajak kita untuk melihat keindahan dalam kesederhanaan dan menemukan kebahagiaan dalam apa yang kita miliki, bukan dalam apa yang hilang.
Menurut Dr. Ahmad Rafik, seorang psikolog Islam, "Rasa cukup yang datang dari qonaah dapat meningkatkan kesehatan mental dan emosional, mengurangi rasa cemas yang sering disebabkan oleh keinginan yang tak terpuaskan." Hal ini semakin relevan ketika kita melihat fenomena media sosial, di mana banyak orang membandingkan kehidupan mereka dengan citra ideal yang ditampilkan orang lain. Ini bisa menimbulkan rasa ketidakpuasan yang mendalam.
Stoikisme: Pandangan Terhadap Kehidupan
Di sisi lain, stoikisme, yang dipopulerkan oleh tokoh-tokoh seperti Seneca, dan Marcus Aurelius, mengajarkan bahwa kebahagiaan datang dari dalam diri. Stoikisme menekankan pentingnya pengendalian emosi dan rasionalitas. Seneca pernah mengungkapkan: