Mohon tunggu...
Muhtolib
Muhtolib Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di STAI Nurul Iman Parung Bogor

Nama Muhtolib, Dipanggil tholib, berasal dari desa Luweng Kidul, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. sekarang tinggal di Parung Bogor Jawa Barat. Riwayat pendidikan SDN Luweng Lor (2000), MTs Ma'arif NU Pituruh (2003), MAN Purworejo (2006), STAI Nurul Iman (2011), S2 Institut PTIQ Jakarta (2018), S3 Beasiswa LPDP-Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal 2023 (Univ. PTIQ Jakarta), hoby traveling.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memetik Hikmah Berkurban dari Kisah Nabi Ibrahim AS

25 Juni 2023   12:50 Diperbarui: 26 Juni 2023   08:49 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata Qurban berasal dari bahasa Arab qaraba-yuqaribu-qurbanan-qaribun, yang artinya dekat. Dengan begitu, sahabat karib berarti teman dekat. Makna kurban dalam istilah di sini berarti kita berusaha menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi upaya mendekatkan diri kita pada Allah SWT. Qurban dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah udh-hiyah, sebagian ulama mengistilahkannya an-nahr sebagaimana yang dimaksud dalam QS Al-Kautsar: (2), Fasholli Lirobbika Wanhar.."Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah" Akan tetapi, pengertian korban secara luas bukan sekadar menyembelih binatang korban dan dagingnya kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. namun, secara filosofis, makna korban meliputi aspek yang lebih luas. Dalam konteks sejarah, dimana umat Islam menghadapi berbagai cobaan, makna pengorbanan amat luas dan mendalam. Sejarah para nabi, misalnya Nabi Muhammad dan para sahabat yang berjuang menegakkan Islam di muka bumi ini memerlukan pengorbanan. Sikap Nabi dan para sahabat itu ternyata harus dibayar dengan pengorbanan yang teramat berat yang diderita oleh Umat Islam di Mekah ketika itu. Umat Islam disiksa, ditindas, dan sederet tindakan keji lainnya dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah pernah dilempar dengan batu oleh penduduk Thaif, dianiaya oleh Ibnu Muith, ketika leher beliau dicekik dengan usus onta, Abu Lahab dan Abu Jahal memperlakukan beliau dengan kasar dan kejam. Begitu juga para sahabat seperti Bilal ditindih dengan batu besar yang panas di tengah sengatan terik matahari siang. Tak hanya itu, umat Islam di Makkah ketika itu juga diboikot untuk tidak mengadakan transaksi dagang. Akibatnya, terjadi kelaparan dan menderitanya keluarga Rasulullah SAW.

Disisi lain pengorbanan juga dialami sebelumnya oleh para Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad Saw, yakni oleh N abi Ibrahim AS. Dari peristiwa berqurban dalam lembaran sejarah dikisahkan oleh keluarga Nabi Ibrahim AS, Ismail dan Siti Hajar. Yaitu ketika Nabi Ibrahim AS diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Siti Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah SWT yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri Palestina. Tetapi baik Nabi Ibrahim AS, maupin istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal. Pada suatu hari, Nabi Ibrahim AS, terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba dia memerintahkan kepada istrinya, Siti Hajar, untuk mempersiapkan perjalanan dengan membawa bayinya. Perempuan itu segera berkemas untuk melakukan perjalanan yang panjang. Pada saat itu Nabi Ismail masih bayi dan belum disapih. Ibrahim AS melangkahkan kaki menyusuri bumi yang penuh dengan pepohonan dan rerumputan, sampai akhirnya tiba di padang sahara. Beliau terus berjalan hingga mencapai pegunungan, kemudian masuk ke daerah jazirah Arab. Ibrahim menuju ke sebuah lembah yang tidak di tumbuhi tanaman, tidak ada buah-buahan, tidak ada pepohonan, tidak ada makanan, tidak ada minuman, tempat itu menunjukkan tidak ada kehidupan di dalamnya. Di tempat tersebut, beliau turun dari punggung hewan tunggangannya, kemudian menurunkan istri dan anaknya. Setelah itu tanpa berkata-kata beliau meninggalkan istri dan anaknya di sana. Mereka berdua hanya dibekali sekantung makanan dan sedikit air yang tidak cukup untuk dua hari. Setelah melihat kiri dan kanan beliau melangkah meninggalkan tempat itu. Tentu saja Siti hajar terperangah diperlakukan demikian, dia membuntuti suaminya dari belakang sambil bertanya "wahai Ibrahim akan pergi ke manakah engkau?" Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini? Ibrahim as tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Nabi Ibrahim AS tetap tidak menjawab. Akhirnya Siti hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah SWT memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,"apakah Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab, "benar". Kemudian istri yang shalihah dan beriman itu berkata," kami tidak akan tersia-siakan selagi Allah bersama kami. Dia-lah yang telah memerintahkan engkau pergi". Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan mereka. Karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam QS Ibrahim/14: 37. Seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Ra, bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak bisa menyusui Nabi Ismail, beliau mencari air kesana-kemari sambil lari-lari kecil (Sa'i) antara bukit Shofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah SWT mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan. Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Kemudian datanglah manusia dari berbagai pelosok, terutama para pedagang menuju tempat siti hajar dan nabi ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal dengan kota Mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat do'a Nabi Ibrahim dan berkat seorang ibu yang shalihah. Kota mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, dalam QS. Al-Baqarah/2: 126. Dari ayat tersebut, kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup mewah, selama melakukan ibadah haji maupun umrah. Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta kaemanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do'a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.

Cobaan keluarga Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai di situ. Dalam kitab Misykatul Anwar disebutkan, bahwa Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang "milik siapa ternak sebanyak ini?" maka dijawabnya: "Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu apabila Allah SWT menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga." Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur'anul 'Adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim AS yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur'an: "Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Duhai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Duhai Ayahku. kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah ayah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS Ash Shaffat /37:102).

Perintah itu pun akhirnya benar-benar datang kepadanya. Awalnya, ketika bermimpi diperintahkan untuk menyembelih Ismail, Nabi  Ibrahim AS merasa ragu. Ia pun melakukan perenungan dan berfikir-fikir apakah ini benar-benar perintah Allah SWT. Peristiwa ini kemudian diabadikan dengan nama Tarwiyah yakni hari perenungan di mana kita disunnahkan berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah. Setelah perenungan ini, kemudian hilanglah keragu-raguan itu. Karena Nabi Ibrahim kembali bermimpi hal yang sama untuk menyembelih Ismail dan tahu jika itu adalah benar-benar perintah Allah swt. Peristiwa ini yang kemudian diabadikan dengan nama hari Arafah yang berarti 'mengetahui' di mana kita juga disunahkan berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Nabi Ibrahim AS dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah SWT memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan dengan Predikat atau gelar kekasih Allah (Khalilullah). Setelah pangkat kekasihnya Allah disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?" Allah berfirman: "Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal baktinya!" kemudian, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim AS. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah SWT.

Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Iblis datang menggoda sang ayah, sang anak, dan sang ibu silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim AS, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah oleh bujuk rayuan Iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Mereka tidak terpengaruh barang sedikitpun untuk mengurunkan niatnya melaksanakan perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim AS, Ismail AS beserta ibundanya yang Mulya Siti Hajar, dengan hati yang mantab dan tegar, melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah. Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau dileher putranya. Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa, ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya ayahnya tidak ragu dan tidak iba melihat wajahnya. Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah SWT telah meridloi kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah SWT mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam QS. As-Saffat/37: 107-110. Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, Malaikat Jibril merasa kagum, seraya mengumandangkan "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar." Nabi Ibrahim menjawab "Laailaha illahu Allahu Akbar." Yang kemudian disambung oleh Nabi Ismail "Allahu Akbar Walillahil Hamdu.'

Dari peristiwa inilah, umat Islam kemudian disyariatkan untuk menyembelih hewan kurban di hari raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Peristiwa ini juga menegaskan bahwa seseorang dilarang keras mengalirkan darah manusia. Dari peristiwa bersejarah keluarga Nabi Ibrahim AS ini, kita bisa banyak mengambil hikmah dan keteladanan. Dimulai dari keteladanan perjuangan hidup sampai dengan keteguhan iman dan takwa dalam menjalankan segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Kisah-kisah Nabi Ibrahim, yang termaktub dalam Al-Qur'an dan terwujud dalam bentuk ibadah seperti Sa'i, melempar jumrah, puasa tarwiyah dan Arafah, serta menyembelih hewan kurban ini harus semakin meningkatkan keyakinan dan keteguhan kita dalam beribadah. Karena memang tujuan dari diciptakannya kita sebagai manusia ke dunia ini adalah untuk beribadah.  

Dalam menjalankan ibadah haji dan kurban, kita membutuhkan keteguhan dan keyakinan yang kuat karena harus rela mengeluarkan harta yang kita miliki. Jika tidak memiliki niat yang kokoh, maka haji dan kurban pun akan sulit untuk dilakukan. Untuk berhaji, kita harus berkorban menyiapkan puluhan juta rupiah guna membayar biaya perjalanan ke Tanah Suci. Ditambah juga kesabaran tinggi karena harus rela antri bertahun-tahun karena banyaknya umat Islam yang ingin menjalankan rukun Islam kelima ini. Untuk berkurban, kita juga harus menyediakan anggaran jutaan rupiah untuk membeli hewan kurban dan kemudian dibagi-bagikan kepada orang lain.  Namun, tidak perlu khawatir. Harta dunia yang kita keluarkan untuk berangkat ke Tanah Suci ini akan dibalas oleh Allah swt dengan kenikmatan kehidupan akhirat di surga yang abadi. Dalam hadits riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga," (HR al-Bukhari). Begitu juga dengan ibadah kurban, Rasulullah telah menegaskan dalam dari Siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah:"Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya."

Dalam konteks Idhul Adha, pesan mendasar dalam perintah berqurban adalah agar manusia tidak sesat dalam menjalani hidup. Untuk itu, harus selalu menjalin kedekatan dengan Allah SWT. dan merasakan kebersamaan dengan-Nya setiap saat. Ibadah kurban yang dilakukan dengan cara menyembelih hewan kurban pada hakikatnya adalah bentuk ekspresi keimanan dan ketakwaan atas perintah Allah SWT. Pengamalan kurban ini bersifat ta'abbudi dan harus sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya. Memang secara fisik yang disembelih adalah hewan kurbannya, tetapi hakikat yang sampai pada-Nya adalah bentuk ketakwaan. Hikmah yang kedua adalah rasa syukur nikmat kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilakukan kaum muslimin pada hakikatnya adalah bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan. Mengapa demikian? Allah SWT telah menginstruksikan kepada manusia khususnya orang Islam untuk mengungkapkan rasa syukur nikmatnya dengan istilah Tahadduts bin ni'mah. Hikmah yang ketiga adalah kurban sebagai ungkapan simpati/empati dengan sesama manusia. Ibadah kurban yang dilakukan kaum muslimin mempunyai dua dimensi pokok, yaitu dimensi vertikal atau hubungan dengan Allah SWT sebagai landasan iman dan takwa, serta dimensi horizontal atau hubungan dengan sesama manusia sebagai bentuk nyata hubungan sosialnya.

Disisi lain dalam sejarah berkurban menunjukkan adanya ketaatan kepada Allah SWT. Ketataan itu tidak saja dipentaskan Nabi Ibrahim as ketika mendapat nikmat atau tatkala dihari tuanya, namun loyalitas itu telah lahir sejak masih anak-anak, remaja, sampai akhir hayatnya. Hal ini dapat dilihat dari potret kisah tentang menghancurkan berhala yang dilakukan Nabi Ibrahim AS saat masih muda belia dan bandingkan dengan pelaksanaan perintah menyembelihan putranya Ismail yang saat itu Nabi ibrahim AS sudah tua namun tetap beliau laksanakan dengan ikhlas dan patuh kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim AS sangat khawatir apabila tidak ada generasi baru yang akan melanjutkan keberlangsungan penanaman dan penyebaran nilai-nilai yang Islami karenanya ia mendambakan anak, tidak semata-mata untuk melanjutkan keturunan apalagi hanya ingin sekedar mewariskan harta dan tahta namun semata-mata ingin melanjutkan misi perjuangan kemanusian yang Islami, saat ketika usianya memasuki usia renta kekhawatiran itu semakin dalam yang membuatnya harus menikah dengan Siti Hajar sehingga lahirlah anak yang diberi nama dengan Ismail, bahkan dari Siti Sarah pun yang sudah tua lahir anak yang diberi nama dengan Ishak, sehingga Nabi Ibrahim AS bersyukur atas karunia Allah SWT, sebagaimana dalam lantunan do'anya: "Segala puji bagi Allah yang Telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku."(QS. Ibrahim /14:39-40). 

Wallahu a'lam...!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun