Mohon tunggu...
Muhtar Ahmad
Muhtar Ahmad Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati dan praktisi pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Obrolan Dengan Isteri: "Pengen Aja Ato Pengen Banget?"

22 Juni 2014   04:49 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:51 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa malam lalu ngobrol dgn isteri.
Saya: “Oya, gimana pilpres? Sudah tentukan pilihan?"
Isteri: “Sudah. Hehe.. knapa?”
Saya: “Cuma pengen tau aja.”
Isteri: “Hehe.. Pengen aja ato pengen banget?”
Saya: “Hahaha.. Wkt pemilihan legislatif, pilih partai apa?”
Isteri: “P##. Kalo kakak?”
Saya: “Sempat mau pilih Demokrat karena mereka buka konvensi. Kan pesertanya ada Dahlan Iskan sama Anies Baswedan. Hmm.. Tapi akhirnya nggak ikut milih karena terlambat daftar di KJRI Chicago. Untung nggak jadi pilih Demokrat, ternyata konvensi cuma ‘dagangan’…”
Begitulah pemirsa… contoh obrolan orang-orang yg bukan kader partai. Memilih partai tergantung calon yg bakal diusung, bukan ideologi partai karena partai tidak punya ideologi. Kalaupun ada, maka ideologi semua partai sama… mendapatkan kekuasaan.
Di Indonesia, ideologi partai dan kekuasaan seperti ayam dan telur. Nggak jelas mana yg duluan. Katanya mendapatkan kekuasaan untuk menjalankan ideologi partai. Tapi kenyataannya, ideologi dijual untuk mendapatkan kekuasaan.

Karena sama-sama bukan kader partai, saya dan isteri kadang punya pilihan partai yang berbeda. Mungkin begitu juga nantinya dengan presiden yang akan kami pilih. Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa sebagai kepala rumah tangga yang bertanggungjawab terhadap isteri, saya seharusnya mengarahkan isteri untuk memilih presiden yang tepat.
Bagi saya, benar tidaknya pilihan manusia bukan ditentukan hasil pilihannya, melainkan 'bagaimana' memilihnya dan 'bagaimana menjalani' pilihannya. Terlepas siapa yang dipilih, selama pilihannya itu dilakukan dengan upaya optimal untuk memilih yang tepat dan didasari niat untuk mewujudkan ketakwaan pada Tuhan, maka itulah pilihan yang benar.
Jadi, saya menghindari menghakimi pilihan orang apalagi sampai menghakimi keimanan orang lain karena pilihannya.  Biarlah Tuhan yang menghakimi ketakwaan manusia karena Tuhan yang Maha Tahu seberapa upaya kita dan apa yang mendasari pilihan kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun