Tradisi mudik yang yang dilakukan masyarakat muslim Indonesia menjelang Idul Fitri atau hari lebaran merupakan salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat yang menjadi perantau di berbagai daerah di tanah air. Para pemudik yang rata-rata berasal dari suatu daerah mempunyai misi yang cukup beralasan kenapa mereka melakukan mudik ke tanah rantau.
Banyak alasan yang berkaitan dengan tuntunan syariat seperti melakukan silaturahmi bersama keluarga, ingin menikmati lebaran di kampung bersama sanak saudara dan masih banyak alasan lainnya. Mudik dalam persfektif agama tentu diperbolehkan karena bisa melaksanakan silaturahmi dan menjalin hubungan baik secara emosional dengan saudara sesama muslim di daerah masing-masing.
Namun dalam persfektif berbangsa dan bernegara adanya tradisi mudik mengindikasikan bahwa kurang adanya pemerataan pembangunan yang terjadi di negeri ini. Indikasi ini terlihat jelas dengan adanya “eksodus” orang-orang dari suatu daerah yang merasa tidak dapat mendapatkan lahan pekerjaan yang menjanjikan mengadu nasib menuju daerah yang dianggap memiliki basis lahan pekerjaan yang menjanjikan. Daerah perkotaan dan daerah “satelit kota” yang memiliki kelengkapan lahan pekerjaan di bidang industri, perkantoran,pusat perdagangan, jasa dan pusat keramaian merupakan destinasi favorit para perantau untuk mengadu nasib.
Adanya tradisi mudik yang tiap tahunnya selalu menjadi prioritas perhatian pemerintah Indonesia menjelang Idul fitri memberikan imbas yang cukup besar pada kehidupan berbangsa dan bernegara, kantor-kantor melakukan cuti bersama dan pemerintahpun mengizinkan cuti bersama dan libur nasional adalah suasana yang dianggap lumrah dan harus dilakukan di negeri ini, memang hal ini tidak bisa dipungkiri akan tetapi selama tradisi mudik itu ada maka Negara dengan pemerintahnya seharusnya mempunyai inisiatif untuk lebih memeratakan pembangunan di daerah dan hal ini merupakan salah satu indikasi kurangnya pemerataan pembangunan dalam lingkup nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H