Indonesia merasa sangat “dilecehkan” atas kejadian penyadapan intelejen yang dilakukan Australia meskipun ketahuannya belakangan alias ga’ update, meskipun begitu pemerintah Indonesia merasa gerah atas penyadapan ini. Tidak tanggung-tanggung yang disadap adalah Presiden SBY dan para petinggi pemerintahan dimasanya. Masalah hubungan Indonesia dan Australia dalam kenyataannya mengalami pasang surut seperti air laut.
Australia telah melanggar perjanjian intelijen kedua belah pihak yang menjunjung tinggi kerahasiaan masalah internal dalam negeri masing-masing, masalah yang kedua adalah Australia telah melanggar hukum internasional. Negara yang merupakan mitra strategis Indonesia tersebut tidak sendiri dalam melakukan pekerjaan "kotornya” itu melainkan didalamnya ada Amerika Serikat, karena Australia merupakan tangan kanan Amerika di kawasan pasifik atau lebih bagusnya seperti dikatakan Tony Blair “Australia adalah sheriff-nya Amerika di kawasan pasifik". Hal ini jelas melecehkan martabat Indonesia sebagai Negara berdaulat.
Bagaimana pemerintah Indonesia seharusnya bersikap? Pasang surut diplomasi Indonesia dengan Australia sering memunculkan ketidak tegasan dan ambiguitas didalam kebijakan kedua Negara terkait hubungan bilateral. Contohnya saja si corby yang telah divonis hukuman mati nyata-nyatanya mendapat remisi tidak jadi dihukum seumur hidup. Jika Indonesia benar-benar memutus hubungan dengan Australia mungkinkah kita sebagai negeri agraris dan mempunyai potensi sumberdaya yang besar ini tidak bisa bergantung kepada negeri kanguru itu, masalahnya sapi saja masih mengimpor dari Australia???
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H