Di senja yang merah
Seorang muda tengah lupa
Sebagian orang tertunduk menangisi.
Di pintu pergantian waktu,
Gerbang peralihan siang dan malam.
Hilangnya cahaya hingga gulita datang menggantikan
Bulan masih enggan memunculkan senyum di sela penantian
Dari punggung hari yang berduka, lambaian kematin dihembuskan
Mengantar angin hingga ke pangkuan jiwa yang menjadi tamu
Untuk nyawa yang tercatat nilai, atas perpisahan ruh dari materi
Di senja yang merah
Seorang muda tengah lupa
Sebagian orang tertunduk menangisi.
Dari gugurnya daun kehidupan atas pewaris kematian
Kemudian pintu-pintu kegaiban dibuka hingga sejelas-jelasnya
Meyakinkan setiap kita atas hakekat sebuah penciptaan
Kita berasal dariNya dan akan kembali kepadaNya
Ada yang hilang dari sebuah silsilah
Sebuah nama yang kini ditangisi akibat kepergiannya.
Kepergian yang takkan pernah kembali
Abadi pada jeda lupa hingga berganti
Di senja yang merah
Seorang muda tengah lupa
Sebagian orang tertunduk menangisi.
Serupa angin dan kini ia telah berlalu
Hilang dengan selentingan harapan yang mungkin
Telah lama tiba di penghujung malam
Menunggu sesiapa kawan di antara ribuan orang
Hingga ia utuh jadi bagian dari ritual perelaan
Makhluk baru dengan alam yang baru.
Samata, 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H