Era digital melingkupi banyak hal, mulai dari kegiatan rumah tangga sehari-hari sampai ekonomi. Kecerdasan buatan dibuat dengan tujuan tertentu; efektifitas, efesiensi, kecepatan, dan keakuratan. Banyak aplikasi dan platform dibuat demikian untuk memaksimalkan kinerja dalam waktu yang terbatas, Agama tak terkecuali.
Aplikasi yang menyediakan layanan keagamaan dibuat seperti al-Quran digital, Jadwal Sholat, Bible digital, Cara Belajar Mengaji dan lain sebagainya. Tapi, bagaimana jadinya bila artificial intelligence hadir tidak sekedar aplikasi, melainkan nampak dalam betuk robot yang diprogram untuk mengakomodasi segala kebutuhan umat-termasuk aspek spiritualitas? Kedengarannya cukup mengerikan.
Lihatlah, misalnya, Minder, robot AI di Jepang yang berfungsi untuk mengajarkan core value Buddhisme. Atau Santo, robot AI yang dipakai umat Katolik di Warsaw, Polandia.Â
Beberapa merasakan manfaat dari AI dan agama, lainnya, masih merasa skeptis akan pertemuan antara artificial intelligence dengan agama tersebut. Apalagi bila masuk ke ranah spiritualitas---di mana pengalaman spiritual adalah hal krusial. Apakah robot bisa mengakomodir hal itu?
Mengenai hal ini, saya percaya tidak semua agama mengakui, tapi tidak juga menolak.Â
Kita perlu juga tahu beberapa agama yang "terbiasa" dengan medium antara Tuhan dan penganutnya. Agama Hindu, misalnya, percaya bahwa konsep dewa-dewi digunakan sebagai sesuatu yang tepat untuk memberikan pemahaman agar tahu bagaimana kehidupan dunia dijalani. Karena bagi mereka, di dunia yang kasat mata, hal-hal yang tak berbentuk tidak memiliki tempat untuk dipahami lebih jauh. Itulah mengapa medium dalam bentuk 'patung', 'arca', atau jenis bentuk lainnya berperan signifikan.
Konsep Dharsana (melihat yang sakral secara langsung) dijadikan ukuran untuk 'memilih' medium apa yang akan disimpan di altar. Dalam kepercayaan Hindu, konsep Tuhan memiliki lima tingkat perwujudan. Perwujudan itu antara lain:
- Tuhan yang supreme dan transcenden, yang berkuasa atas segala sesuatu, sekaligus Yang Esa.
- Tuhan dalam emanasi dewa-dewi, atau avatar. Yang Esa yang mewujudkan dirinya pada dewa-dewi dengan macam fungsi berbeda untuk mengatur dunia.
- Tuhan dalam setiap jiwa manusia, atau yang sering kita kenal dengan sebutan atman. Atman ini harus mampu bersatu dengan Brahman agar terbebas dari lingkar samsara kehidupan.
- Tuhan dalam bentuk pemegang kekusaan untuk mengurus dan mengatur dunia dan seisinya.Â
- Dan terakhir perwujudan yang hadir dalam bentuk fana berupa patung yang telah melalui ritual khusus dan disakralkan oleh para brahman (pemuka agama di umat Hindu) dengan nafas "prana", nafas yang menggambarkan energi kehidupan.
Perwujudan yang ke lima ini, yang menjadikan "patung" dan sejenisnya memiliki tempat khusus bagi para pemeluk agama Hindu. Barangkali, saat robot berusaha mengakomodasi patung tersebut, bagi umat tertentu yang terbiasa dengan konteks demikian, tidak jadi masalah. Seperti, Minder di Jepang dan Agama Buddha. Lalu bagaimana dengan agama seperti Islam?
Posisi saya pribadi memandang bahwa, apa pun bentuk fisiknya, robot dan AI hanya sebagai 'pembantu' untuk mempermudah jalan menuju lebih dekat dengan-Nya.Â
Tidak berusaha menggatikan peran manusia yang punya jiwa dan mengalami kesalahan. Pengalaman manusia dan kesalahan yang dibuatnya menjadikan mereka punya perasaan tertentu yang, boleh jadi, sukar untuk diverbalkan.