Tapi bukan berarti Tuhan membutuhkan mahluk. Itu kesimpulan yang sangat keliru tentu saja. Ilustrasi di atas sebagai jembatan untuk kita lebih mudah memahami apa yang terjadi di sini.
Jadi perjalanan hidup dalam konteks tasawuf adalah perjalan ke hadirat Tuhan (thariqot). Karena Tuhan cinta kepada mahluk yang mau mengenal-Nya, maka cara mengenal Tuhan dalam tasawuf ada dua cara.
Pertama, kita sebagai manusia melakukan latihan spiritual (riyadhah)Â untuk sampai pada stasiun tertentu (maqomat). Maqamat merupakan sebuah jalan spiritual yang diusahakan seorang hamba untuk mendekatan diri kepada Allah SWT secara maksimal. Latihan untuk menaklukan hawa nafsu dari sifat-sifat tercelanya.
Dalam pandangan para sufi [orang yang menempuh jalan menuju Tuhan] sendiri, maqomat memiliki cabang atau tingkat dengan jumlah berbeda. Al-Ghazali mengemukakan ada sepuluh tingkatan maqam seorang sufi, yaitu: Taubat, Sabar, Sukur, Harap, Takut, Zuhd, Cinta, 'Asyaq, Ansu dan Ridha. Sedangkan Abu Nasr al-Sarraj al-Tusi dalam kitab al-Luma' menyebutkan enam hal: al-taubah, al-wara', al-zuhud, al-faqr, al-tawakkal dan al-ridla.
Kedua, pengetahuan tentang Tuhan itu hadir kepada setiap hamba, sesuai dengan yang Dia kehendaki (ahwal). Kita tak bisa menolak ketika Tuhan telah memberikan pengetahuan atas dzat-Nya. Itu merupakan hak perogatif Tuhan atau sebagai hadiah dari kilatan Ilahiah (divine flashes), yang biasa disebut "lama'at".
Ketika Tuhan telah 'menampakkan' dzat-Nya pada seorang hamba. Maka sebagian manusia menimbulkan reaksi yang berbeda atas responnya. Ada yang merasakan sensasi penuh kerinduan, penuh pengharapan, penuh ketakutan, penuh kehinaan. Setiap orang memiliki kapasitas yang tidak sama.
Maqomat bersifat diusahakan oleh si penempuh jalan. Beda halnya dengan ahwal yang datang secara spontan. Biasanya pengetahuan terhadap Tuhan dengan jalur maqomat bersifat permanen, sedangkan untuk ahwal pengetahuan itu sewaktu-waktu bisa menguap, hilang (sementara). Garis finish dari kedua jalur perjalanan hidup ini adalah mendapatkan makrifat: Pengetahuan yang paripurna atas Tuhan.
Sudah tugas kita selaku orang beriman untuk mengenal Tuhan semaksimal mungkin. Tidak heran, tatkala bayi hadir menghirup aroma hidup. Ayah langsung berbisik di telinga si bayi dengan Adzan lembutnya, atau pada tradisi islam ilmu yang wajib dimiliki pertama kali adalah ilmu tauhid. Karena akan sangat sia-sia belaka rasanya ketika kita beribadah tapi kita segan dan tak mau mengenal siapa yang sedang kita sembah. Kita tak mau mengenal siapa yang tengah hadir senantiasa di hadapan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H