Tanggal 21 Mei 2017 layak dicatat dalam sejarah Komunitas Masyarakat Lumpur. Sebuah program telah lahir dan diberi nama Mancing Sastra. Bukan pertama kali sebenarnya. Uniknya, Mancing Sastra sebagai sebuah nama mengacu pada pemahaman yang beragam. Kata mancing secara eksplisit berarti mengharapkan perolehan ikan dengan umpan. Namun, mancing juga berimplikasi pada keheningan, harapan akan sebuah kejutan ketika umpan dimakan oleh ikan, dan kepuasan. Memancing tidak lagi hanya soal perolehan. Mungkin “mancing sastra” juga dimaksudkan untuk itu.
Acara ini sebenarnya dimaksudkan untuk membedah karya dalam rangka pengembangan literasi. Sayang implikasi keheningan ada ketika peserta yang hadir paling banyak penyair dan pemerhati “lama”, senior dan pengurus komunitas, wajah-wajah lama: M. Helmi Prasetya, Rozakki, Anwar Sadat, Joko Sucipto, Muzammil Frasdia, Bangkit Prayogo, Suryadi Arfa, dan Putra Mulya Nurjaya. Penulis atau pemerhati “baru” hanya tiga orang. Yang kuingat Cuma Dian Kunfilah. Semuanya mahasiswa. Itu pun hanya anggota komunitas. Tiga dari sekian banyak anggota.
Terlepas dari itu, acara yang diadakan di Pendopo Pratanu, Bangkalan ini berjalan luar biasa. Karya yang dibedah kali ini adalah Cholil Anwar Sedang Sakit sebuah antologi tunggal karya M. Holel Shangsa mahasiswa tahun kedua prodi PBSI STKIP PGRI Bangkalan, anggota Komunitas Masyarakat Lumpur. Pembedah Eko Sapto Utomo. Acara sederhana ini dibuka Agus Alan Kusuma (moderator). Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan penulis tentang karya. Singkat sekali. Maklum dalam tahap belajar. Tujuan mancing salah satunya ini. “Belajar berbicara”.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI