Santer terdengar di berbagai lini masa tentang aksi unjuk rasa dengan bermacam ekspresi aspirasi, seperti meminta keadilan, menuntut disahkannya beberapa aturan atau bahkan menghapus aturan aturan yang dirasa tidak tepat
Selain karena beberapa alasan diatas, demo/ unjuk rasa juga terjadi karena massa menuntut kenaikan upah, biasanya dilakukan oleh masyarakat strata bawah. Ya kembali keatas juga sih "Keadilan". Para buruh merasa mereka tidak digaji sesuai dengan kapasitas kerja mereka. Apalagi ditambah inflasi yang semakin tinggi. Harga harga yang kian naik membuat mereka makin terpuruk. Karena masyarakat pendapatan rendah inilah yang paling merasakan dampak dari kenaikan harga. Kenaikan 7% saja sungguh terasa bagi mereka
Namun, jika dilihat dari sisi lain yaitu sisi pengusaha. Kenaikan upah menjadi tantangan yang kian besar. Apalagi ditengah gejolak ekonomi yang tak pasti. Menaikkan upah pekerja bisa bisa malah membuat cash flow babak belur.
Misal kan saja seorang pengusaha  punya buruh berjumlah 100 orang dan tiap orang bergaji 3 juta. Jika perusahaan menaikkan gaji 10%. Artinya perusahaan akan keluar uang lebih 30 juta setiap bulan, belum ditambah kenaikan gaji karyawan posisi lain.
Posisi perusahaan menjadi sulit. Kenaikan upah belum tentu selaras dengan peningkatan kinerja. Dengan profit yang terus tergerus, sewaktu turbulence melanda perusahaan bisa saja bangkrut.
Lantas apa solusinya?
Mau tidak mau dari buruh sendiri harus terus berkembang, cari ilmu dan upgrade skill. Kita semua bisa sepakatlah kalau tenaga buruh mau itu tekstil, pertanian, dsb bukanlah termasuk pekerjaan yang membutuhkan high skill. Semua orang bisa mempelajari yang buruh lakukan tanpa perlu belajar bertahun tahun.Mengacu pada teori ekonomi, semakin sedikit supply maka semakin mahal harganya, semakin banyak supply maka semakin sedikit harganya. Sama halnya dengan tenaga kerja. Semakin sedikit orang yang bisa mengerjakan maka harga (gajinya) semakin mahal. Begitupun sebaliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H