"Ketika bangsa sudah disfungsi akal, terlena oleh rekayasa sosial, pikiran tak lagi dipergunakan, generasi muda sudah mengalami kematian penalaran, maka di situlah kaum Neo-Millenial ber-peran"
Apa yang disebut millenial, telah menjadi subtitle baru yang disematkan kepada anak-anak generasi muda di era distrupsi, yang menjadikan heran, tak ada demakrasi kualitas pada istilah millenial ini, menjadi suatu masyarakat tanpa kelas tapi tidak cerdas, saya mencoba mengenalkan bagaimana konsep singkat kaum Neo-Millenial ini saya sah kan di pikiran saya.
 Berangkat dari analisis-skeptis (analisa menggunakan keraguan) terhadap fenomena dekadensi Moral dan Intelektual pada generasi Millenial, saya menemukan suatu diskursus problematis yang mengarah pada suatu gaya hidup hedonis. Hal tersebut berhasil membuat suatu rentetan kausal (sebab-akibat) dalam gejala-gejala unmoral, dis-intelektual, malah yang diusung adalah suatu kesenangan individual yang secara tautologis men-disfungsikan akal.
 Mengapa fenomena tersebut tak menjadi suatu pembahasan inklusif-komprehensif? Malah justru menjadi pembahasan yang biasa dan tak berasa?
"Bencana terbesar, adalahÂ
ketidaksadaran kita akan terjadinya suatu bencana"
 Bencana hadir tanpa rencana memang, tapi apa yang disebut oleh Cak Popper sebagai Piecemeal Sosial Engginering (rekayasa sosial bongkar-pasang), telah menjadi hipotesis logis bahwa bencana bisa datang dengan menggunakan rencana, itulah hebatnya manusia, ada saja yang bodoh dan tidak menyadarinnya. Seperti apa sih Piecemeal Social Engginering/Rekayasa Sosial Bongkar Pasang itu?, Perre Bourdieu, seorang filsuf Prancis, mengungkapkan apa yang disebut sebagai teori tentang modal, ia bagi teori modalnya dalam 3 hal, yakni :
- Modal Ekonomi, Yakni modal manusia berupa ekonomi, yang dapat dipergunakan untuk melakukan rekayasa sosial berbasis financial
- Modal Sosial, Yakni modal Manusia berupa identitas, jabatan atau gelar, hal ini dapat dipergunakan untuk melakukan rekayasa sosial berbasis hal-hal sosial
- Modal Kultural, Yakni modal manusia berupa ekonomi maupun sosial tingkat lanjut, yang dapat melakukan rekayasa sosial sampai pada arah kebiasaan/kultur suatu bangsaÂ
Saya ambil contoh yang sangat mudah saja, yakni dalam bidang ekonomi, ketika kita memiliki bisnis besar, maka kita akan mendapatkan suatu modal berupa ekonomi maupun sosial, modal tersebut dapat menjadi media kita melakukan apa yang disebut Rekayasa Sosial Bongkar Pasang tadi, karena dengan bisnis sebagai modal tadi, kita dapat menciptakan suatu informasi yang dapat merubah pola pikir manusia, hingga dapat merubah kebiasaannya.
 Cara mengetahuinnya sendiri sebenarnya hanya bermodalkan analisis terhadap fenomena kausal empiris akan hal apapun yang berada di sekitar kita, ketika kita sudah menemukan sebab yang objektif dari akibat suatu fenomena, kita akan dapat membongkar suatu rekayasa sosial tadi. Hal yang sama telah saya lakukan pada iklim moral dan intelektual di Indonesia, terutama pada generasi Muda hari ini.Â
 Apa yang menjadi dekadensi moral dan intelektual hari ini, adalah suatu representasi kausalitas daripada fenomena empiris suatu pribadi manusia, yang dapat di sebabkan oleh suatu rekayasa sosial berskala besar, yang bertujuan untuk sistemasi konstruktivitas sebuah hierarki kapital agar semakin subur pertumbuhannya, ini contoh analisis saya, kalau semisal ada manusia yang kurang menyadari hal tersebut, bisa di bilang mereka telah mengalami disfungsi akal, lanjut pada Neo-Millenial.